Ikhwan Kajian yang selalu mendapat keberkahan. Informasi atau opini terkadang membuat
kita berdetak kagum dan bangga dengan info tersebut. Dan tidak sadar pula kita kadang selalu terpengaruh akan kata dan bujuk rayuannya.Namuan dengan adanya Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda kita bisa mencari celah kebenaranya tanpa adanya sifat menyalahkannya. Namun hanya mencari letak dasar kebenaranya itu sendiri.
Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda mengajak kita untuk berfikir untuk menambah khasanah keilmuan kita.Dengan adanya kajian tentangnya kita mengerti yang benar dan yang salah.Jadikan memontum ini untuk menguatjan kita.Dan pastikan pula kita selalu mawas diri dalam menghadapi setiap problematik kehidupan kita.Dan selu berhati hati dalam menyikapi segala sesuatunya.
MusliModerat.net - Bagi sebagian warga Yogyakarta, keseharian Buya Syafii Maarif dianggap biasa. Kondisi Jogja sebagai kota dengan segala kesederhanaan dan keistimewaannya kerap menampilkan sudut-sudut berbeda. Pantas saja jika seorang seniman pernah berkata, pergi ke Jogja adalah salah satu cara melepas kepenatan di Jakarta.
Di Yogyakarta, akan mudah menemui tokoh dengan kesederhanaannya yang dianggap tidak biasa. Salah satunya Buya Syafii. Orang yang sudah mendapat kedudukan dan jabatan mentereng terlebih berada di usia senja, biasanya meminta untuk diperlakukan lebih. Diminta maupun tidak, orang-orang di sekitarnya pun harus sudah paham dengan keperluan orang tua atau kalangan lanjut usia ini. Sepatutnya diperlakukan lebih istimewa.
Gaya berbeda tercermin dalam diri Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah 1997-2005, Ahmad Syafii Maarif, yang juga menjabat sebagai Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKPPIP). Dengan jabatan ini, siapapun seharunya mendapatkan privilege dalam menjalankan tugasnya. Namun, semua itu tidak berlaku bagi Buya Syafii.
Perilaku semacam ini sering ditemui pada Pimpinan Muhammadiyah. Pak AR Fachruddin misalnya, dikenal dengan kesederhaan dan kesahajaannya. Sehari-hari, Pak AR berjualan bensin eceran. Ke mana-mana hanya mengenderai motor butut dan bahkan tidak pernah memiliki rumah hingga wafatnya. Padahal, tawaran tahta dan harta berlebih, datang bertubi-tubi, termasuk dari presiden Soeharto.
Belakangan beredar foto Buya Syafii Maarif yang menjadi
viral di media sosial. Foto yang diunggah netizen memperlihatkan Syafii Maarif sedang duduk menunggu KRL di stasiun. Ia sedang bercakap-cakap dengan seorang pria, sedangkan tampak tiga pelajar dalam sebangku itu. Langit masih terlihat gelap. Tujuan perjalanan Buya Syafii adalah Istana Bogor. Direktur Maarif Institute, Muhammad Abdullah Darraz mengisahkan bahwa sehari sebelumnya, Buya menolak untuk diantar menggunakan mobil Maarif Institute. Buya justru memilih angkutan umum, meski harus berdesakan dan berangkat di pagi buta.
Sebuah foto lain menampilkan Buya Syafii Maarif mengenakan kemeja batik lengan panjang duduk dalam KRL dengan kedua tangannya yang ditopang tongkat hitam, ia tampak diapit lelaki yang tertidur dan seorang lagi yang kelihatannya tak menyadari jati diri pria tua berusia 82 tahun di sebelahnya itu. Cerita selanjutnya, Buya turun di stasiun dan melanjutkan jalan kaki ke Istana Bogor.
Bukan kali ini saja, beberapa waktu yang lalu, foto Buya Syafii bersepeda dengan menenteng kresek berisi buku juga sempat ramai. Saat itu, Buya Syafii sedang menuju ke suatu acara seminar. Kebiasaan bersepeda ini sudah lumrah dilakukan Buya saban hari. Demikian juga dengan aktivitas menyetir mobil sendiri.
Cerita lainnya, salah seorang pengajar di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, Erik Tauvani sering membersamai Buya Syafii dalam berbagai perjalanan. Sebabnya, Buya Syafii menjadi tim ketua pembangunan gedung baru madrasah almamaternya itu. Erik mengaku selalu mendapat keteladanan dalam setiap perjalanan. Misalkan saja, Buya Syafii langsung shalat di kereta atau di mobil begitu azan berkumandang. Bagi Buya Syafii, shalat tetap yang utama, meskipun dalam perjalanan. Jika sedang di rumah, Buya akan ditemui di barisan jamaah shalat di Masjid Perum Nogotirto.
Pernah juga, Erik mendapati Buya Syafii sedang asyik makan dan bercengkrama di sebuah angkringan di dekat rumahnya. Buya ketika itu sempat membagikan gorengan di angkringan itu kepada para rombongan Erik. Buya Syafii tidak sungkan untuk bergaul dengan semua kalangan. Mulai dari para pengusaha, penguasa, mahasiswa, pemuda, hingga rakyat biasa. (Ribas/sm)
Judul :
Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda
Link :
Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda
Artikel terkait yang sama:
Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda
0 Response to "Kesederhanaan Buya Syafii; Makan di Angkringan, Naik Kereta, hingga Bersepeda"
Posting Komentar