Ikhwan Kajian yang selalu mendapat keberkahan. Informasi atau opini terkadang membuat kita berdetak kagum dan bangga dengan info tersebut. Dan tidak sadar pula kita kadang selalu terpengaruh akan kata dan bujuk rayuannya.Namuan dengan adanya Penjelasan Tentang Mengaqiqahi Orang Tua yang Sudah Wafat kita bisa mencari celah kebenaranya tanpa adanya sifat menyalahkannya. Namun hanya mencari letak dasar kebenaranya itu sendiri.
Penjelasan Tentang Mengaqiqahi Orang Tua yang Sudah Wafat mengajak kita untuk berfikir untuk menambah khasanah keilmuan kita.Dengan adanya kajian tentangnya kita mengerti yang benar dan yang salah.Jadikan memontum ini untuk menguatjan kita.Dan pastikan pula kita selalu mawas diri dalam menghadapi setiap problematik kehidupan kita.Dan selu berhati hati dalam menyikapi segala sesuatunya.
Benangmerahdasi.com -Fiqih Bab Udkiyah
Benang merah No : 00303
Mengaqiqahi orang tua yang sudah wafat
Hallo Benangmerah
WA : 081384451265
Pertanyaan:
Bolehkah mengaqiqahi orang yang telah meninggal..?
Jawaban
Imam Abu Zakaria bin Muhammad bin Zakaria al Anshari di dalam kitabnya (Asna al Mathalib) menjelaskan bahwa aqiqah adalah selayaknya kurban dalam anjurannya sebagaimana uraian terdahulu, juga dalam hukum-hukum yang lain, yakni dari jenis, usia, keselamatan(dari cacat), keistimewaannya. Mengkonsumsi, mensedekahkan, menghadiahkan, menyimpan, kadar yang dimakan, larangan menjual, dan menentukan, juga pertimbangan niat dan lain sebagainya.
Imam Abu Zakariya Muhyiddin Yahya bin Syaraf al-Nawawi di dalam kitabnya (al Majmu' Syarh al Muhaddzab) juga menjelaskan bahwa jika seorang berkurban atas nama orang lain tanpa seizinnya, maka hal itu tidak sah. Dan jika berkurban atas nama orang yang telah meninggal, maka Imam Abu al Hasan al'Ubbadi memutlakkan kebolehannya, karena hal itu merupakan bagian dari sedekah, sedang sedekah adalah sah atas nama orang yang telah meninggal dan bermanfa'at serta (pahalanya) sampai kepada berdasarkan kensensus Ulam'a.
Namun pengarang kitab ''al Uddah'' dan Imam al Baghawi menyatakan tidak sah berkurban atas nama orang yang telah meninggal kecuali ia berwasiat denga hal itu. Pedapat ini mendapat legimentasi sari Imam al Rafi'i di dalam kitab ''al Mujarrad'' (dan seterusnya).
Imam al 'Ubbadi dan yang lain berlandaskan pada haditsnya Ali bin Abi Thalib radliyallahu'anhu yang menyatakan bahwa sesungguhnya beliau berkurban dengan 2 ekor kambing atas nama Nabi Shalallahu'alaihi wa sallam dan 2 ekor kambing atas nama dirinya sendiri. Beliau juga berkata ''Sesungguhnya Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar berkurban atas nama beliau untuk selama-lamanya, maka aku berkurban atas nama beliau untuk selama-lamanya''. (HR. Abu Dawud, al Tirmidzi dan al Baihaqi).
Al Baihaqi menambahkan "jika hadits ini telah ditetapkan, maka menginidkasikan keafsahan berkurban atas nama orang yang telah meninggal.'' Dalam kesempatan yang lain, Imam Abu Zakaria bin Muhammad bin Zakariya al Anshari dalam kitab yang sama menambahkan bahwa jika seseorang berkurban atas nama orang lain dengan izinnya. Sebagaimana orang yang telah meninggal yangtelah berwasiat dengan hal itu, maka tidak diperbolehkan baginya juga orang-orang kaya untuk turut serta memakannya. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam al Qaffal dalam (permasalahan) orang yang telah meninggal. Beliau beralasan bahwa sesungguhnya kurban (tersebut) berlaku atas nama mayit, maka tidak halal baginya (orang yang berkurban) turut memakannya kecuali mendapat izin, sedang izin tidak mungkin didapat, maka harus disedekahkan semuanya.
Baca Juga: Penjelasan tentang arisan kurban dan nadzar kurbanDari pemaparan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa hukum mengaqiqahi orang tua yang telah meninggal dunia adalah khilaf sebagaimana berikut:
1. Sebagian ulama' menyatakan tidak boleh kecuali ada wasiat.
2. Sebagian ulama' yang lain menyatakan boleh secara mutlak (dengan atau tanpa wasiat).
Catatan:
Jika seseorang mengaqiqahi orang yang telah meninggal dunia atas perintahnya sebelum meninggal (wasiat), maka ia tidak boleh memakan daging hewan yang disembelih juga tidak boleh membagikan kepada orang kaya.
Wallahu a'lam bis shawab.
Dasar pengambilan
(فَصْلٌ، وَهِيَ كَالْأُضْحِيَّةِ فِي) اسْتِحْبَابِهَا كَمَا مَرَّ وَفِي (سَائِرِ الْأَحْكَامِ) مِنْ جِنْسِهَا وَسِنِّهَا وَسَلَامَتِهَا، وَالْأَفْضَلِ مِنْهَا وَالْأَكْلِ وَالتَّصَدُّقِ وَالْإِهْدَاءِ وَالْإِدْخَارِ وَقَدْرِ الْمَأْكُولِ مِنْهَا وَامْتِنَاعِ بَيْعِهَا وَتَعْيِينِهَا إذَا عُيِّنَتْ (وَ) اعْتِبَارِ (النِّيَّةِ) وَغَيْرِ ذَلِكَ . أسنى المطالب في شرح روض الطالب (1/ 548
Dasar pengambilan
(فرع) لو ضحى عن غيره بغير اذنه لم يقع عنه (وأما) التضحية عن الميت فقد أطلق أبو الحسن العبادي جوازها لانها ضرب من الصدقة والصدقة تصح عن الميت وتنفعه وتصل إليه بالاجماع وقال صاحب العدة والبغوي لا تصح التضحية عن الميت إلا ان يوصي بها وبه قطع الرافعي في المجرد والله أعلم…الى ان قال : واحتج العبادي وغيره في التضحية عن الميت بحديث على بن أبي طالب رضى الله عنه أنه كان (يضحى بكبشين عن النبي صلى الله عليه وسلم وبكبشين عن نفسه وقال ان رسول الله صلى الله عليه وسلم أمرني أن أضحى عنه أبدا فأنا أضحى عنه أبدا) رواه أبو داود والترمذي والبيهقي قال البيهقي ان ثبت هذا كان فيه دلالة على صحة التضحية عن الميت والله أعلم . المجموع شرح المهذب الجزء الثامن ص 406
Dasar pengambilan
وَالِاخْتِيَارُ أَنْ لَا تُؤَخَّرَ عَنِ الْبُلُوغِ فَإِنْ أُخِّرَتْ عَنِ الْبُلُوغِ سَقَطَتْ عَمَّنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَعُقَّ عَنْهُ لَكِنْ إِنْ أَرَادَ أَنْ يعق عَن نَفسه فعل وَأخرج بن أَبِي شَيْبَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ لَوْ أَعْلَمُ أَنِّي لَمْ يُعَقَّ عَنِّي لَعَقَقْتُ عَنْ نَفْسِي وَاخْتَارَهُ الْقَفَّالُ وَنَقَلَ عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ فِي الْبُوَيْطِيِّ أَنَّهُ لَا يُعَقُّ عَنْ كَبِيرٍ وَلَيْسَ هَذَا نَصًّا فِي مَنْعِ أَنْ يَعُقَّ الشَّخْصُ عَنْ نَفْسِهِ بَلْ يَحْتَمِلُ أَنْ يُرِيدَ أَنْ لَا يَعُقَّ عَنْ غَيْرِهِ إِذَا كَبِرَ وَكَأَنَّهُ أَشَارَ بِذَلِكَ إِلَى أَنَّ الْحَدِيثَ الَّذِي وَرَدَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ النُّبُوَّةِ لَا يَثْبُتُ وَهُوَ كَذَلِكَ . فتح الباري لابن حجر (9/595
Dasar pengambilan
فَلَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِإِذْنِهِ كَمَيِّتٍ أَوْصَى بِذَلِكَ فَلَيْسَ لَهُ، وَلَا لِغَيْرِهِ مِنْ الْأَغْنِيَاءِ الْأَكْلُ مِنْهَا وَبِهِ صَرَّحَ الْقَفَّالُ فِي الْمَيِّتِ، وَعَلَّلَهُ بِأَنَّ الْأُضْحِيَّةَ وَقَعَتْ عَنْهُ فَلَا يَحِلُّ الْأَكْلُ مِنْهَا إلَّا بِإِذْنِهِ وَقَدْ تَعَذَّرَ فَيَجِبُ التَّصَدُّقُ بِهِ عَنْهُ. أسنى المطالب في شرح روض الطالب
(1/ 545)
Daftar Pustaka:
1. Asna al Mathalib. 1/584
2. Al Majmu' Syarh al Muhaddzab. VIII/406
3. Fathul al Bari. IX/595
4. Asna al Mathalib. I/545
Link :Penjelasan Tentang Mengaqiqahi Orang Tua yang Sudah Wafat
0 Response to "Penjelasan Tentang Mengaqiqahi Orang Tua yang Sudah Wafat"
Posting Komentar