Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri

Ikhwan Kajian yang selalu mendapat keberkahan. Informasi atau opini terkadang membuat kita berdetak kagum dan bangga dengan info tersebut. Dan tidak sadar pula kita kadang selalu terpengaruh akan kata dan bujuk rayuannya.Namuan dengan adanya Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri kita bisa mencari celah kebenaranya tanpa adanya sifat menyalahkannya. Namun hanya mencari letak dasar kebenaranya itu sendiri.

Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri mengajak kita untuk berfikir untuk menambah khasanah keilmuan kita.Dengan adanya kajian tentangnya kita mengerti yang benar dan yang salah.Jadikan memontum ini untuk menguatjan kita.Dan pastikan pula kita selalu mawas diri dalam menghadapi setiap problematik kehidupan kita.Dan selu berhati hati dalam menyikapi segala sesuatunya.


Benangmerahdasi.com
-
Lahir, Hidup dan wafat diantara para santri
Oleh : Tutik N Jannah

Kiai Sahal Mahfudh terlahir dengan nama lengkap Muhammad Ahmad Sahal bin Mahfudh bin Abdus Salam. Beliau lahir di desa Kajen, kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati, pada tanggal 17 Desember 1937. Tanggal tersebut sebagaimana yang tertera dalam dokuman resmi seperti kartu tanda penduduk dan sebagainya.

Namun belakangan ditemukan sebuah catatan lama milik ayahandanya yang menerengkan tanggal lahir kiai Sahal yang sebenarnya bukanlah tanggal 17 Desember 1937, namun tanggal 16 Februari 1933 M. Data terakhir ini belum banyak di publikasikan karena memang baru ditemukan kurang lebih dua tahun sebelum kiai Sahal Wafat.

Perbedaan mengenai data tanggal lahir ini penting terutama bagi pada peneliti yang bermaksud untuk belajar tentang kehidupan kiai Sahal berdasarkan kronik atau urutan waktu, tanggal maupun usia, Perbedaan data mengenai tanggal lahir ini pula yang menyebabkan adanya perbedaan keterangan yang menyatakan bahwa kiai Sahal ditinggal wafat oleh ayahhandanya pada usia 7 tahun, jika merujuk tanggal lahir kiai Sahal adalah tanggal 17 Desember 1937. Namun, kiai Sahal sendiri mengaku bahwa beliau ditinggal wafat oleh ayahandanya ketika berusia 11 tahun, dan ini sangat cocok jika merujuk tanggal lahir beliau adalah 16 Februari 1933.

Perbedaan tanggal lahir ini juga kemudian berdampak pada pernyataan yang tidak sama mengenai pada usia berapa kiai Sahal Wafat. Jika merujuk pada tanggal yang pertama 17 Desember 1937, maka kiai Sahal wafat  pada usia 77 tahun. Namun jika merujuk pada data tanggal lahir yang kedua, 16 Februari 1933, maka kiai Sahal wafat pada usia 81 tahun.

Sejak kecil sampai akhir hayatnya, kiai Sahal tidak pernah lepas dari kehidupan pesantren. Beliau lahir dari ibunya, nyai Badi'ah dan ayahandanya, kiai Mahfudh bin Abdus Salam. Jika diruntut lebih jauh, keluarga ini mempunyai jalur nasab sampai kepada KH Ahmad Mutamakkin yang juga diyakini sebagai seorang waliyulloh yang menyebarkan agama Islam di wilayah Kajen dan sekitarnya. Hingga kini jejak perjuangan KH. Ahmad Mutamakin masih dapat di telusuri. KH Ahmad Mutamakkin wafat dan dimakamkan di desa Kajen, Margoyoso, Pati. Pati adalah kota kecil di wilayah Jawa Tengah. Letak geografisnya yang menjorok ke utara dan tidak dilewati oleh jalur utama antar-provinsi menyebabkan transportasi menuju kota ini tidak mudah dilalui. Desa Kajen, tempat kiai Sahal lahir dan berdomisili adalah desa yang masih berjarak kurang lebih 22 km dari pusat kota kabupaten. Namun meski demikian, kondisi ini bukan halangan bagi orang-orang dari berbagai penjuru daerah untuk mendatangi kota kecil Pati, dengan Kajen sebagai salah satu tujuan utamanya.

Kiai Sahal muda menyelesaikan pendidikannya di perguruan Islam Matali'ul Falah pada tahun 1953. Selepas dari Mathali'ul Falah, beliau melanjutkan pendidikannya di sebuah pesantren di desa Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur hingga tahun 1957. Setelah dari Kediri, Kiai Sahal memutuskan untuk memperdalam Ushul Fiqh dengan mengaji secara langsung kepada kiai Zubair di pesantren Sarang Rembang, Jawa Tengah hingga tahun 1960. Selama di sarang inilah kiai Sahal banyak melakukan diskusi melalui surat-menyurat dengan ulama Kharismatik asal Padang yang berdomisili di Makah al Mukarromah. Karenanya, usai nyantri di Sarang, Rembang, saat berkesempatan menunaikan ibadah haji, kiai Sahal bertemu dan berguru secara langsung kepada Syeikh Yasin al Fadani di Makah untuk pertama kalinya.

Kesempatan untuk bertemu dan berguru lagi kepada Syeik Yasin al Fadani datang untuk kedua kalinya ketika kiai Sahal menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya bersama istri tercinta, nyai Nafisah Sahal. Kesempatan kedua ini merupakan saat dimana kiai Sahal dan nyai Nafisah Sahal banyak ijazah secara langsung dari Syekh Yasin.

Meski menghabiskan masa pendidikan dari pesantren ke pesanten, namun disiplin ilmu  yang dikuasai kiai Sahal cukup beragam. Kiai Sahal dikenal bukan saja menguasai keilmuan yang lazim dipelajari di pesantren seperti Bahasa Arab, Tafsir Fiqh, Hadits, Usul Fiqh, Tasawwuf, Mantiq, Balaghah dan lain-lain. Namun, lebih dari itu, kiai Sahal merupakan ulama yang fasih berbicara diantara kaum intlektual kota dan para akademisi. Hal ini dikarenakan selain tinggak kecerdasan di atas rata-rata yang dimilikinya, kiai Sahal juga merupakan ulama yang tak pernah lelah belajar.

Kiai Sahal selalu bersemangat untuk mempelajari hal-hal baru yang dirasa bermanfaat untuk dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Semangat belajar ini diturunkan beliau sejak usia muda yakni dengan berusaha mempelajari bahasa Inggris, bahasa Belanda, tata negara, administrasi dan filsafat melalui kursus privat, baik di Kajen, Pati maupun selama mondok di Bendo, Kediri.

Kiai Sahal memiliki aktifitas yang beragam, selain sebagai pengasuh pesantren Maslakul Huda dan Direktur perguruan Islam Mathali'ul Falah, beliau juga memimpin beberapa organisasi. Sebelum akhirnya dipercaya menduduki posisi tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama, Kiai Sahal telah aktif dalam organisasi tersebut semenjak dari level terbawah. Tercatat kiai Sahal pernah menjabat Katib Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) Pati sejak tahun 1967-1975. ketika itu, NU masih menjadi organisasi politik. Beliau juga tercatat pernah menjadi ketua Robithoh Ma'ahid Jawa Tengah dan ketua MUI Jawa Tengah.

Aktifitas beliau di NU terus berlanjut hingga kiai Sahal di percaya sebagai Wakil Rois'Am hingga akhirnya Rois'AM Nahdlatul Ulama selama tiga kali priode berturut-turut. Yakni pada mukhtamar NU dI Lirboyo pada tahun (1999),kemudian mukhtamar NU Solo pada tahun (2004) dan mukhtamar Nu di Makasar (2010).

Selain sebagai Rois'AM Nahdlatul Ulama, beliau juga dipercaya sebagai ketua umum Majelis Ulama Indonesia. Bahkan ketika wafat, kiai Sahal masih dalam masa menyelesaikan masa baktinya di kedua lembaga tersebut.

Selain aktif ditingkat nasional, kiai Sahal juga melakukan gerakan nyata di level lokal. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai lembaga pendidikan, ekonomi dan kesehatan yang diinisiasi oleh kiai Sahal. Namun, meski demikian, kiai Sahal tidak otomatis duduk dalam struktur semua lembaga yang diinisiasinya. Seperti dalam dua bank (BPR Artha Huda Abadi dan BPRS Artha Mas Abadi), kiai Sahal sejak awal pendiriannya tidak duduk dalam struktur kepengurusan bank yang didirikannya itu, serta tidak memiliki saham di dalamnya. Namun beliau secara aktif mensupport lembaga ekonomi tersebut secara kultural dan bersifat konsultatif.

Selain sebagai Rois'Am Nahdlatul Ulama dan ketua Majelis Ulama Indonesia, kiai Sahal juga tercatat sebagai pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Ketua Dewan Syariah Nasional, Anggota Dewan Penyantun Universitas Diponegoro, Semarang, Dewan Pembina Yayasan Kesejahteraan Fatayat yang menaungi Rumah sakit Islam Pati dan Pantai Asuhan Darul Handlonah, Dewan Pembina Yayasan Nurussalam yang menaungi Perguruan Islam Mathali'ul Falah dan Sekolah Tinggi Agama Islam Paati, Rektor INISNU (kini UNISNU) serta masih banyak lagi yang tidak disebutkan dalam tulisan ini.

Meski berat secara fisik, kiai Sahal tetap memilih memimpin organisasi sosial kemasyarakatan terbesar di Indonesia itu tanpa berpindah domisili di Ibu kota. Karena rasa sayangnya terhadap santri dan pesantren, kiai Sahal memilih tetap tinggal di Kajen, di tengah-tengah santri yang menjadi nadi dan semangat hidupnya untuk terus melakukan pengabdian kepada masyarakat demi kemaslahatan umat.

Berbagai penghargaan secara nasional dan internasional telah disematkan kepada kiai Sahal. Dari pesantren kiai Sahal membuktikan bahwa berkiprah secara sosial merupakan sebentuk ibadah yang wajib dilakukan oleh manusia untuk menjalankan fungsi kemanusiaannya.

Kiai Sahal Mahfudh wafat pada hari Jum'at, tanggal 24 Januari 2014, pukul 01.00 dini hari, terbilang sejak tahun 2008 sebenarnya beliau mengalami penurunan kondisi kesehatan, namun semangat beliau untuk terus mengabdi untuk masyarakat membuat beliau terus berusaha memenuhi keinginan umat yang mengharapkan beliau memimpin Nahdlatul Ulama.

Demikian pula saat-saat terakhir hidupnya, setelah enambelas hari di rawat di rumasakit, beliau memaksa untuk pulang dan meminta untuk di rawat di kediaman beliau. Demikianlah, meski tetap berada dalam pengawasan dokter dan tenaga medis lainnya, kiai Sahal memilih menghabiskan seminggu terakhir hidupnya di antara keluarga dan para santri yang dicintainya.

Berdasarkan wasiat yang ditinggalkannya, kiai Sahal akhirnya dimakamkan di komplek pemakaman KH Ahmad Mutammakin, berdekatan dengan makam Ibundanya, nyai Badi'iyyah. Di tempat beliau dimakamkan kini itulah selama hidupnya, kiai Sahal secara istiqomah duduk bersimpuh berlantunkan tahlil pada jum'at ba'da subuh

Judul :Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri
Link :Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri

Artikel terkait yang sama:


Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Lahir, Hidup dan Wafat Diantara Para Santri"

Posting Komentar