Keadilan Begitu Mahal Buat Siti Fadilah, Pahlawan Tanpa Jasa
Opini Bangsa - Ketika vonis 12 tahun penjara dijatuhkan oleh hakim KPK bagi Angelina Sondakh, keputusan beberapa tahun silam itu, tidak membuat saya tertarik apalagi berreaksi. Namun ketika Rabu kemarin, vonis 6 tahun penjara dijatuhkan kepada Siti Fadilah, saya bukan hanya tertarik. Tetapi sangat sedih dan super kecewa.
Ini bukan soal perbedaan status. Angelina Sondakh politisi Partai Demokrat hanya berstatus (mantan) anggota DPR-RI, sementara Siti Fadilah seorang intelektual yang menjabat Menteri Kesehatan RI periode 2004-2009.
Saya bukan ahli hukum, tetapi barometer yang saya gunakan hal-hal yang normatif plus data instink tentang mereka yang menjadi pasien KPK.
Semua itu memberi bahan untuk menyimpulkan, keadilan bagi Bu Siti Fadilah, sudah dirobek-robek. Hakim yang memvonis Siti Fadilah, dalam pertimbanganya lebih menyebut hal yang memberatkan.
Tanpa tahu, bahwa jasa Siti Fadilah kepada negara dan bangsa ini, tidak bisa dinilai dengan uang.
Secara pribadi saya lebih dekat dengan Angelina, ketimbang Siti Fadilah.
Angelina dan saya sama-sama berasal dari Manado. Ayahnya Profesor Lucky Sondakh, mantan Rektor Unsrat, teman saya bermain golf.
Selepas menjalani kewajibannya sebagai Putri Indonesia, Angie sempat saya tawari menjadi host di RCTI, ketika saya menjabat Pemimpin Redaksi di TV milik Hary Tanoe tersebut.
Di tahun 2004, Angie masih sempat meminta pendapat saya, mana yang lebih baik yang harus dia pilih - masuk calon anggota DPR-RI mewakili Partai Demokrat atau mencalonkan diri sebagai non-partisan untuk keanggotaan DPD-RI periode 2004-2009, mewakili Provinsi Sulawesi Utara.
Sebelum itu, di tahun 2001, saya mewawancarainya untuk program "Impact", di Quick Channel, televisi berbasis pelanggan milik Peter F. Gontha. Angie, cukup tersanjung dengan wawacara dalam bahasa Inggeris itu - hingga dia menuliskan soal saya di blog pribadinya.
Itu semua sekedari menunjukkan, kemistri antara saya dan Angelina lebih lengket ketimbang dengan Siti Fadilah.
Namun saya kemudian tidak punya empati kepada Angelina, sebab dia pernah menjadi bintang iklan pemberantasan korupsi.
"Katakan tidak pada korupsi", katanya sebagai bintang sekaligus politisi Partai Demokrat, bersama Andi Mallarangeng.
Tapi lakonnya di luar iklan, berbeda 180 derajat. Angie dan Andi Mallarangeng pun masuk penjara karena korupsi.
Sementara dengan Siti Fadilah, janda berusia 60-an tahun, saya baru mengenalnya tiga tahun lalu. Dan saya lah yang berinisiatif mengenalkan diri. Tidak mudah meyakinkannya. Walaupun saya mempromosikan diri, mungkin terlampau berlebihan.
Namun saya ngotot mengenalnya lebih dekat, sebab media internasional demikian elegant menokohkannya, sementara media di dalam negeri, seperti mengabaikannya. Wanita paruh baya asal Solo ini di mata saya sangat spesial.
Berat memang. Sekalipun Ibu Siti, sudah tidak menjabat sebagai Menteri, ketika di tahun 2014 itu, saya berusaha masuk ke pikiran dia, tidak mudah meyakinkannya.
Sikapnya baru mencair, sewaktu saya tunjukkan dua artikel tulisan saya di INILAH DOTKOM, dimana saat itu saya hanya menggunakan materi dari media-media asing.
Media-media asing menyebutnya sebagai seorang intelektual dan pejuang Indonesia, yang dibutuhkan dunia.
Terutama menghadapi dominasi negara-negara industri dalam bisnis
0 Response to "Keadilan Begitu Mahal Buat Siti Fadilah, Pahlawan Tanpa Jasa"
Posting Komentar