Tulisan berikut ini adalah jawaban salah satu soal uraian IPS pada kegiatan Pra Kondisi atau Pembekalan PLPG 2017. Jawaban ini mungkin tidak sempurna namun sengaja saya bagikan bagi rekan lain yang membutuhkan referensi tambahan ketika menjawab soal - soal uraian pada kegiatan Pembekalan PLPG 2017 ini khususnya pada bidang studi yang sama dengan saya yaitu IPS. Berikut jawaban yang saya berikan :
Empat Masalah Ekonomi Yang Dihadapi Pemerintah Dan Solusi Pemecahannya
1) Kemiskinan
Yang di maksud kemiskinan disini adalah kemiskinan material. Seseorang masuk kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk hidup secara layak. Ini disebut dengan kemiskinan konsumsi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata – rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan.
Garis kemiskinan sendiri merupakan penjumlahan garis kemiskinan makanan dan garis kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang disetaarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Sedangkan garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi ini diwakili 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Menurut data BPS, penduduk miskin di Indonesia per September 2016 mencapai 27,76 juta jiwa atau hampir 11 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin. Meski pun angka ini turun di bandingkan dengan data pada bulan Maret 2016 yang mencapai 28,01 juta orang, tapi penurunan ini di bayang – bayangi kesenjangan yang semakin tinggi antara penduduk pedesaan dengan penduduk di perkotaan. Lebih dari 60 % penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan.
Garis kemiskinan periode Maret – September 2016 meningkat dari Rp 354.386 per kapita pada Maret menjadi Rp 361.990 per kapita pada bulan September. Yang member pengaruh terbesar pada garis kemiskinan tersebut adalah kelompok makanan yang mencapai angka 73,19 % sisanya disumbang kelompok non makanan.
Kelompok makanan yang paling banyak menyumbang garis kemiskinan adalah beras sebanyak 25 % yang diikuti harga kenaikan rokok. Sementara dari non makanan yang paling besar adalah kebutuhan perumahan, tarif listrik, bensin, pendidikan, dan angkutan.
Berdasarkan uraian di atas, beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah dalam mengatasi kemiskinan antara lain :
a) Untuk mengurangi kemiskinan di daerah pedesaan maka perekonomian di desa harus ditingkatkan dengan membangun berbagai infrastruktur yang mendukung. Terkait hal tersebut, saat ini pemerintah sudah menyalurkan Dana Desa yang digunakan untuk sejumlah program peningkatan desa seperti pelatihan keterampilan, penciptaan lapangan kerja, hingga pemberian fasilitas penduduk desa sampai pembangunan infrastruktur. Namun program dana desa belum memberikan dampak yang cukup signifikan bagi pengentasan kemiskinan. Hal ini juga terkait dengan kesiapan dan kemampuan aparat desa yang masih minim. Program ini dapat terus dilanjutkan selama pengawasan dan pembinaan berjalan dengan baik yang menutup peluang terjadinya kebocoran atau hanya pihak tertentu saja yang menikmati. Sebuah sistem yang terintegrasi harus dibangun di dalamnya.
b) Karena kelompok makanan yang menjadi penyumbang terbesar kemiskinan, maka pemerintah seharusnya berupaya untuk bisa mengendalikan harga kebutuhan pokok dalam kondisi yang wajar. Termasuk menjaga ketersediaan kelompok makanan tersebut agar tidak langka di pasaran melalui peran Badan Urusan Logistik. Dan dalam konteks tertentu pemerintah seharusnya berupaya menciptakan swasembada pangan jika memungkinkan.
c) Untuk mengatasi kesulitan ekonomi situasional akibat kenaikan harga yang memicu kemiskinan, pemerintah dapat berupaya membantu masyarakat miskin dengan bantuan langsung tunai untuk mengurangi beban hidup yang diterima. Namun demikian, pemberian insentif dalam merangsang kemandirian ekonomi masyarakat miskin sepertinya lebih baik jika di banding bantuan langsung tunai.
d) Terkait dengan kelompok non makanan seperti pendidikan, bensin, tariff listrik, perumahan dan angkutan sebagai pemicu kemiskinan, pemerintah harus berupaya dengan melakukan pemberian subsidi bagi masyarakat miskin pada bidang tersebut. Subsidi dalam bidang pendidikan melalui sekolah gratis atau pemberian dana operasional. Subsidi untuk bensin dengan menjual lebih murah kepada penduduk miskin. Begitu juga dengan tariff listrik bagi golongan rumah tangga sederhana (R1) harus diberikan subsidi maksimal di banding golongan lainnya. Untuk mengatasi masalah perumahan, pemerintah dapat berupaya membangun pemukiman masal seperti rumah susun. Demikian pula untuk masalah angkutan, pemerintah harus mampu menciptakan angkutan masal yang murah sehingga terjangkau penduduk miskin. Lagi – lagi itu semua dapat dicapai dengan pemberian subsidi pada bidang – bidang yang memicu munculnya kemiskinan termasuk pada bidang lain seperti kesehatan melalui program kesehatan gratis.
e) Permasalahan pokok kemiskinan adalah kemampuan daya beli yang rendah dari masyarakat. Daya beli ini terkait dengan pendapatan yang ia terima. Semakin kecil pendapatan yang diterima semakin rendah daya beli sehingga termasuk kategori miskin. Maka untuk mengatasi hal tersebut seharusnya pemerintah berupaya membantu penduduk miskin dengan berbagai program yang mampu meningkatkan pendapatan penduduk miskin yang sifatnya berkesinambungan atau bukan temporer seperti bantuan langsung tunai. Pemerintah harus mampu menciptakan kesemempatan kerja bagi penduduk miskin baik secara mandiri atau melalui kooperasi yang distimulus oleh pemerintah.
2) Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga keseluruhan yang bersifat terus menenerus (bukan sementara). Jika dalam dalam kondisi wajar, inflasi tidak akan memberikan dampak buruk yang signifikan. Inflasi menjadi masalah serius jika laju inflasi tinggi yang menyebabkan turunnya daya beli masyarakat.
Inflasi berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan oleh beberapa factor antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar sehingga memicu konsumsi atau bahkan spekulasi hingga termasuk juga akibat tidak lancarnya jalur distribusi. Dalam hal ini, inflasi juga dapat dikategorikan sebagai proses menurunnya nilai mata uang secara kontinue.
Inflasi bukan masalah tinggi rendahnya harga suatu barang. Inflasi menunjukan perubahan yang terjadi pada harga barang. Inflasi juga dapat diartikan sebagai peningkatan persediaan uang yang kadangkala menyebabkan kenaikan harga. Untuk mengukur tingkat inflasi yang umum digunakan adalah melalui CPI dan GDP Deflator.
Inflasi digolongan menjadi empat yaitu inflasi ringan, inflasi sedang, inflasi berat dan hiperinflasi. Inflasi ringan jika kenaikan masih di bawah 10 %, inflasi sedang jika kenaikan 10 – 30 %, inflasi berat jika kenaikan 30 – 100 %, dan hiperinflasi jika kenaikan harga barang di atas 100 %. Indonesia pernah mengalami kondisi hiperinflasi yaitu pada antara tahun 1963 - 1965 dengan tingkat inflasi mencapai 650%.
Berdasarkan data yang dirilis bank Indonesia (
http://ift.tt/2vwGI9T), inflasi yang terjadi pada tahun 2017 per Januari sampai dengan Mei paling tinggi menunjukan angka 4,33 % atau masih termasuk inflasi ringan. Namun demikian, kenaikan beberapa persen saja dari angka tersebut dipastikan akan memicu gejolak di masyarakat sehingga pemerintah harus berupaya menjaga kestabilan tingkat inflasi pada tingkat yang diinginkan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi antara lain :
a) Kebijakan Moneter dengan mengurangi jumlah uang yang beredar melalui beberapa kebijakan seperti :
- Kebijakan Pasar Terbuka, yaitu mengurangi jumlah uang beredar dengan menjual Surat Bank Indonesia (SBI). Dengan menjual surat tersebut Bank Indonesia akan menerima uang dari masyarakat yang berarti mengurangi jumlah uang yang beredar.
- Kebijakan Diskonto, yaitu kebijakan bank Indonesia menaikan suku bunga untuk menstimulus masyarakat menabung di bank sehingga mengurangi uang yang berbedar.
- Kebijakan Cadangan Kas, yaitu untuk mengurangi jumlah uang beredar dengan menaikan cadangan kas minimum untuk bank umum sehingga uang lebih banyak di bank dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
- Kebijakan Kredit Selektif, yaitu mnegurangi jumlah uang beredar dengan memperketat syarat – syarat pemberian kredit.
- Sanering, yaitu dengan memotong nilai mata uang pada kondisi hiperinflasi. Kebijakan ini pernah dilakukan di Indonesia pada tahun 1965 yang dikenal dengan kebijakan Gunting Syafrudin.
- Menarik atau Memusnahkan Uang Lama
- Membatasi pencetakan uang baru sehingga uang yang beredar tidak semakin bertambah.
b) Kebijakan Fiskal (Kebijakan Anggaran), dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran negara. Instrumen kebijakan fiskal meliputi belanja pemerintah dan subsidi. Pajak (tax) tidak bisa menjadi instrument kebijakan fiskal dalam memicu pertumbuhan ekonomi karena tax adalah variable yang bergantung kepada pendapatan nasional (Y) (Prof. Dr. Sumaryoto). Kebijakan fiskal yang dapat dilakukan antara lain :
- Mengurangi pengeluaran pemerintah, sehingga menurunkan permintaan barang dan jasa yang pada akhirnya akan menurunkan harga barang
- Mengurangi subsidi, dengan tujuan mengurangi tingkat konsumsi masyarakat yang berimplikasi menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa sehingga harga mengalami penurunan.
c) Kebijakan Bukan Moneter dan Bukan Fiskal, yaitu melalui :
- Menambah hasil produksi
- Mempermudah masuknya barang impor
- Tidak mengimpor dari Negara yang mengalami inflasi
- Menetapkan harga maksimum
- Melarang penimbunan barang oleh pedagang
- Menjaga kestabilan tingkat upah
3) Pengangguran
Pengangguran merupakan permasalahan yang hampir ada di semua negara termasuk Indonesia. Pengangguran adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja , bekerja kurang dari dua hari selama seminggu atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan. Pengangguran terjadi pada umumnya karena jumlah angkatan kerja atau pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang mampu menyerapnya.
Berdasarkan data statistic yang dikeluarkan BPS per Agustus 2016, pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,03 orang atau turun 530 ribu di banding tahun 2015 yang mencapai 7,56 juta. Tingginya angka pengangguran tersebut menjadi masalah dalam perekonomian Indonesia karena produktivitas dan pendapatan masyarakat akan rendah sehingga menyebabkan permasalahan social lain seperti kemiskinan dan tindak kriminalitas.
Terdapat beberapa jenis pengangguran mulai berdasarkan jam kerja sampai jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya. Data yang dirilis BPS di atas adalah jenis pengangguran terbuka, yaitu tenaga kerja yang bersungguh – sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Jika saja BPS memasukan jenis pengangguran yang lain, tentu angka di atas akan bertambah menjadi lebih tinggi.
Pengangguran bagi negara akan menjadi beban tersendiri karena mengakibatkan beberapa hal mulai dari 1) penurunan pendapatan perkapita, 2) penurunan pendapatan pemerintah dari sector pajak, 3) meningkatnya biaya social yang harus dikeluarkan pemerintah, dan 4) dapat menambah utang negara. Dengan akibat yang ditimbulkan tersebut, maka pemerintah harus bisa mengatasi permasalahan pengangguran.
Untuk mengatasi masalah pengangguran, pemerintah dapat mengeluarkan beberapa kebijakan yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi sebagai berikut :
a) Pengangguran struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini dapat dilakukan melalui :
- Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
- Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke sector lain yang membutuhkan
- Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi lowongan kerja yang ada
- Mendirikan program padat karya diwilayah yang banyak pengangguran
b) Pengangguran friksional
Untuk mengatasi pengangguran friksional atau pengangguran akibat kesulitan mempertemukan pihak yang membutuhkan tenaga kerja dengan pihak yang memiliki tenaga kerja adalah sebagai berikut :
- Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industry baru yang bersifat padat karya
- Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industry untuk merangsang timbulnya investasi baru
- Menggalakan sector informal seperti home industry
- Menggalakan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di bidang agraris
- Pembukaan proyek – proyek umum oleh pemerintah selain untuk menyerap tenaga kerja juga menjadi stimulus bagi investasi baru di kalangan swasta.
c) Pengangguran musiman
Jenis pengangguran ini bisa di atasi dengan cara :
- Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain
- Melakukan pelatihan dibidang lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu
d) Pengangguran siklis
Diatasi dengan cara :
- Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa
- Meningkatkan daya beli masyarakat
Masalah pengangguran sebetulnya sudah menjadi permasalahan serius sejak dahulu kala. Melalui buku The General Theory of Employment, Interest and Money yang terbit 4 Februari 1936, John Maynard Keynes mengemukakan pandangan revolusioner yaitu dengan menganjurkan anggaran deficit (pendapatan lebih kecil daripada pengeluaran) untuk mengatasi keterpurukan ekonomi akibat berkurangnya investasi swasta yang berlanjut menjadi sebuah siklus membahayakan yakni penurunan investasi menyebabkan menurunnnya kesempatan kerja; kesempatan kerja yang kurang menyebabkan pengangguran sehingga menurunnya tingkat konsumsi yang berarti berkurangnya permintaan barang dan jasa; menurunnya permintaan tersebut mengakibatkan sector swasta menurunkan investasi; demikian seterusnya. Akibatnya penggangguran semakin merajalela.
Keynes menganjurkan kepada pemerintah untuk mematahkan siklus tersebut dengan menjalankan anggaran defisit, yaitu dengan melakukan investasi di sektor pekerjaan umum seperti pembangunan jalan, bendungan, system irigasi dan lain sebagainya untuk mengatasi kelesuan investasi sector swasta. Hal ini adalah untuk menjamin kondisi full employment.
Pemikiran Keynes tentang anggaran defisit dalam mengatasi pengangguran tentu bisa diterapkan sebagai salah salah satu alternative solusi mengurangi tingkat pengangguran yang ada.
4) Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi.
Permasalahan pertumbuhan ekonomi tidak hanya dimiliki oleh negara berkembang tapi hampir semua negara di dunia memiliki permasalahan yang sama terkait pertumbuhan ekonomi sekali pun negara tersebut adalah negara maju.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan menghitung pendapatan nasional tahun berjalan. Pendekatan perhitungan analisis pendapatan nasional yaitu pendekatan pengeluaran, pendekatan produksi, dan pendekatan pendapatan. Pendekatan pengeluaran atau Gross National Product / Produk Nasional Bruto (PNB) diukur dengan melihat jumlah pengeluaran barang atau jasa, penjumlahan untuk barang akhir, dan menggunakan azas warga negara. Pendekatan produksi (Gross Domestic Produk / Produk Domestik Bruto /PDB) diukur dengan melihat jumlah produksi barang dan jasa, jumlah nilai tambah (value added), dan asas kependudukan. Sedangkan pendekatan pendapatan (National Income) dengan melihat jumlah pendapatan (rent, wage, interest, profit), dengan asas kependudukan. Dalam kondisi dimana PNB > PDB, menunjukan bahwa negara tersebut termasuk negara maju. Sebaliknya jika PNB < PDB ini menunjukan bahwa negara termasuk negara miskin.
Dalam prakteknya, pertumbuhan ekonomi suatu negara bisa menggunakan pendekatan PNB atau PDB. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan membandingkan PNB atau PDB tahun berjalan dengan tahun sebelumnya.
Permasalahan terkait dengan pertumbuhan ekonomi adalah bagaimana agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai titik optimal. Jika pertumbuhan ekonomi mengacu kepada ukuran PNB atau PDB maka untuk mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan analisis kuantitatif dengan dasar kesamaan SUMBER (meliputi konsumsi, investasi, belanja pemerintah, ekspor dan impor) dan PENGGUNAAN (meliputi disposable income, pajak dan subsidi). Pertumbuhan ekonomi selanjutnya dapat ditingkatkan melalui kebijakan fiskal dengan instrument berupa belanja pemerintah dan subsidi.
Selain dengan melakukan analisis kuantitatif pada fungsi pendapatan nasional (Y), pertumbuhan ekonomi juga dapat dipicu dengan melakukan analisis pada factor – factor pertumbuhan ekonomi antara lain :
- Factor sumber daya manusia, dengan cara meningkatkan kompetensi melalui peningkatan mutu pendidikan.
- Factor sumber daya alam, yaitu dengan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang ada
- Factor ilmu pengetahuan yaitu dengan memicu percepatan pada peningkatan teknologi yang berdampak pada efisiensi, kualitas dan kuantitas
- Factor budaya, dengan meningkatkan budaya yang mendorong pembangunan seperti sikap kerja keras, jujur, ulet dan sebagainya, serta memberantas budaya negative seperti anarkis, egois, boros, KKN dan sebagainya.
- Faktor modal yaitu dengan meningkatkan barang modal yang ada.
Demikian jawaban yang saya berikan untuk soal uraian pada bab IV modul IPS PLPG 2017. Bagi rekan lain yang akan menggunakan jawaban di atas, saran saya jangan lakukan copi paste, tetapi ini hanya dijadikan acuan untuk menambah referensi jawaban rekan - rekan yang pasti lebih sempurna.
Semoga bermanfaat...
Kata kunci : jawaban soal uraian modul PLPG 2017 IPS, masalah ekonomi, masalah ekonomi yang dihadapi pemerintah, solusi masalah ekonomi yang dihadapi pemerintah, jawaban soal uraian modul IPS PLPG 2017 tentang masalah ekonomi dan solusi pemecahannya
0 Response to "Jelaskan Empat Masalah Ekonomi Yang Dihadapi Pemerintah Dan Solusi Pemecahannya!"
Posting Komentar