Ikhwan Kajian yang selalu mendapat keberkahan. Informasi atau opini terkadang membuat kita berdetak kagum dan bangga dengan info tersebut. Dan tidak sadar pula kita kadang selalu terpengaruh akan kata dan bujuk rayuannya.Namuan dengan adanya Kajian Fiqih wanita Tentang Hal-hal yang di Haramkan Bagi Wanita Haid kita bisa mencari celah kebenaranya tanpa adanya sifat menyalahkannya. Namun hanya mencari letak dasar kebenaranya itu sendiri.
Kajian Fiqih wanita Tentang Hal-hal yang di Haramkan Bagi Wanita Haid mengajak kita untuk berfikir untuk menambah khasanah keilmuan kita.Dengan adanya kajian tentangnya kita mengerti yang benar dan yang salah.Jadikan memontum ini untuk menguatjan kita.Dan pastikan pula kita selalu mawas diri dalam menghadapi setiap problematik kehidupan kita.Dan selu berhati hati dalam menyikapi segala sesuatunya.
Kajian Fiqih wanita Tentang Hal-hal yang di Haramkan Bagi Wanita Haid |
Benangmerahdasi -Kajian Fiqih Wanita
Kitab : Risalatul Mahidh
Bagian: 05
Oleh : Lia Maziyyah
بسم الله الرحمن الرحيم
HAL HAL YANG DI HARAMKAN BAGI WANITA HAIDH ADA 8:
1. SHOLAT
Baik sholat fardhu ataupun sunnah, dan baik sholat fardhu yang hukumnya fardhu ‘ain seperti sholat 5 waktu ataupun sholat fardhu yang hukumnya fardhu kifayah seperti sholat jenazah, memasukkan juga yaitu sujud tilawah dan sujud syukur, orang yang sedang haidh diharamkan melakukan sujud tilawah dan sujud syukur.
Dan tidak diwajibkan bagi orang yang haidh setelah sucinya untuk mengqodho sholat yang ditinggalkan semasa haidh, adapun jika tetap mengqodhonya maka hukumnya makruh jika yang diqodho adalah sholat fardhu, adapun jika yang diqodho adalah sholat sunnah maka sholat tersebut tidak dianggap sama sekali juga tidak mendapatkan pahala apa-apa, dan ini adalah pendapat yang mu’tamad.
Dan tetap mendapatkan pahala bagi perempuan haidh yg meninggalkan sholat, yg adanya meninggalkan sholat dengan niat imtitsalul amri/menjalankan perintah Allah yaitu perintah untuk meninggalkan sholat untuk dirinya disebabkan datangnya haidh.
Baca Juga: Kajian Fiqih wanita Tentang Hukum darah yang terputus Kewajiban wanita saat mengeluarkan darah haid
2. PUASA
Baik puasa fardhu ataupun sunnah, dan haram hukumnya bagi orang yang haidh meninggalkan makan dan minum dengan niat puasa, adapun jika tanpa diniati puasa hukumnya tak apa karena yang demikian tidak dinamakan puasa.
Dan diwajibkan bagi orang yang haidh di bulan Ramadhan untuk mengqodho puasa yang ditinggalkan setelah suci. Berbeda dengan sholat yang tidak wajib diqodho setelah suci puasa Ramadhan wajib di qodho setelah suci sebagaimana yang dikatakan oleh Sayyidah Aisyah RA bahwasannya: “Saya (Sayyidah Aisyah) diperintahkan oleh baginda Rosulullah untuk mengqodho puasa namun tidak diperintahkan untuk mengqodho sholat”.
Referensi:
حاشية الباجوري ج ١ ص ١١٣-١١٤ طه فوترا:
(قوله الصلاة) ولا يلزمها قضاؤها فلو قضتها كره وتنعقد نفلا مطلقا لا ثواب فيه على المعتمد خلافا للخطيب وفارقت الصوم حيث يجب قضاؤه بتكررها كثيرا فيشق قضاؤه ولذلك قالت عائشة رضي الله عنها كنا نؤمر بقضاء الصوم ولا نؤمر بقضاء الصلاة (قوله فرضا) اي عينيا او كفائيا فدخلت صلاة الجنازة (قوله وكذا سجدة التلاوة) اي سجدة سببها التلاوة بمعنى القراءة فالاضافة من اضافة المسبب الى السبب وقوله والشكر اي سجدة الشكر اي سجدة للشكر فالاضافة ببانية
(و الثاني الصوم فرضا او نفلا) فمتى نوت الصوم حرم عليها واما اذا لم تنو ومنعت نفسها الطعام والشراب فلا يحرم عليها لانه لا يسمى صوما
المحلي بحاشية القليوبي الجزء الأول ص ٩٩-١٠٠ دار الفكر: (قوله من الصلاة إلخ) وتثاب الحائض على ترك ما حرم عليها إذا قصدت امتثال الشارع في تركه لا على العزم على الفعل لولا الحيض بخلاف المريض لأنه أهل لما عزم عليه حالة عزمه.
3. MEMASUKI/BERJALAN MELEWATI MASJID
Jika khawatir mengotori masjid dalam artian darahnya sampai menetes atau menembus ke lantai atau bagian masjid lainnya, adapun jika tidak ada kekhawatiran mengotori masjid maka hukumnya adalah makruh. Dan letak kemakruhan tersebut adalah ketika tidak adanya hajat saat melewati masjid, ketika wanita yang haidh melewati masjid karena adanya hajat besertaan dirinya tidak ada kekhawatiran mengotori masjid maka hukumnya tidaklah makruh.
Hal ini juga berlaku untuk orang yang sedang istihadhoh, orang yang mengalami beser seni, orang yang memiliki luka dan lukanya berdarah-darah tidak boleh melewati masjid ketika khawatir mengotori masjid, namun jika tidak ada kekhawatiran maka hukumnya makruh bila tidak ada hajat, sedang bila ada hajat maka hukumnya tak apa.
Adapun yang haram mutlak untuk orang haidh adalah berdiam diri di masjid, sedangkan melewatinya hukumnya seperti yang sudah dijelaskan di atas. Adapun selain masjid seperti musholla, madrasah, ribath, maka tidak haram dan tidak makruh dilewati oleh orang-orang yang sudah disebutkan di atas tadi.
Baca Juga: Kajian fiqih wanita tanda-tanda baligh bagi perempuan dan masa haidnya4. BERMESRAAN DENGAN SALING BERSENTUHAN KULIT DI BAGIAN ANTARA PUSAR DAN LUTUTNYA WANITA HAIDH
Haram bagi wanita yang sedang haidh untuk di sentuh/ di raba/ di mainkan/ diciumi atau semacam itu semua di bagian antara pusar dan lutut, jadi meskipun yang bersentuhan bukan antar sesama pusar dan lututnya si laki-laki dan perempuan namun bagian lain dari tubuh laki-laki yang menyentuh bagian antara pusar dan lututnya perempuan maka hukumnya tetaplah haram, jelasnya seperti si laki-laki menciumi paha istri atau meraba-raba dengan tangannya bagian farji atau pantatnya maka hukumnya adalah haram, meskipun semua itu dilakukan tanpa syahwat, karena yg demikian tadi meskipun tidak sampai terjadi wathi’ tapi sangat berpotensi untuk terjadinya wathi’ maka dari itulah hukumnya haram.
Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits bahwa: “Barang siapa yang mengembala di sekitar tanah terlarang maka berpotensi/dikhawatirkan dia masuk ke dalam kawasan tanah terlarang tsb”.
Adapun jika istimta’ di area pusar dan lututnya wanita haidh, atau area pusar ke atas dan lutut ke bawah hukumnya tidak apa-apa.
نهاية المحتاج ج ١ ص ٣٢٨:
(وعبور المسجد إن خافت تلويثه صيانة له عن تلويثه بالنجاسة، فإن أمنت تلويثه جاز لها العبور مع الكراهة) كما في المجموع ومحلها عند انتفاء حاجة عبورها ولا يختص ما ذكره بها، فمن به حدث دائم كمستحاضة وسلس بول ومن به جراحة نضاخة بالدم أو كان منتعلا بنعل به نجاسة رطبة وخشي تلويث المسجد بشيء من ذلك فله حكمها، وخرج بالمسجد غيره كمصلى العيد والمدرسة والرباط فلا يكره ولا يحرم عبوره على من ذكر
حاشية الباجوري ج ١ ص ١١٥:
(قوله والثامن الاستمتاع) كان الاولى المباشرة لان الاستمتاع يشمل النظر بشهوة مع انه لا يحرم إذ ليس هو بأعظم من تقبيلها فى فمها بشهوة والمباشرة لا تشمله ويحرم على المرأة وهي حائض ان تباشر الرجل بما بين سرتها وركبتها فى أي جزء من بدنه ولو غير ما بين سرته وركبته (قوله بما ببن السرة والركبة) اي بوطء او غيره لان الغير ولو بلا شهوة ربما يدعو الى الجماع فحرم لخبر من حام حول الحمى يوشك ان يقع فيه
5. MEMBACA ALQURAN
Orang yang sedang haidh haram membaca alquran meskipun setengah ayat saja, baik dilafadzkan atau melalui isyarat bagi orang yang bisu, karena isyaratnya orang bisu sejajar kedudukannya dg perkataan orang yg normal/tidak bisu, dan baik dalam melafalkan tersebut dibarengi dengan niat lain dalam artian tidak hanya niat melafalkan alquran saja hukumnya tetaplah haram karena yang demikian tadi adalah termasuk tidak mengagungkan Alqur’an.
Dan orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang haidh boleh melakukan 4 hal ini:
~ membaca qur’an dalam hati
~ melihat/memandangi mushaf
~ membaca ayat yang telah di naskh bacaannya yang dimaksud yaitu kitab injil, taurot dan zabur
~ melafalkan qur’an dg menggerak-gerakan bibir saja seperti orang yang komat komit sekira tidak terdengar suaranya oleh diri sendiri.
Karena semua yg disebutkan tadi tidaklah termasuk membaca Alqur’an
Orang yang berhadats besar halal baginya untuk:
~ berdzikir dengan ayat-ayat yg ada di qur’an seperti mengucapkan
سبحان الذي سخر لنا هذا وما كنا له مقرنين
Ketika mengendarai kendaraan, atau mengucapkan إنا لله وإنا إليه راجعون ketika terjadi musibah, selama tidak diniati membaca Alqur’an maka hukumnya boleh
~ mengambil nasihat2 dari qur’an, cerita2 dalam qur’an atau hukum2 dalam qur’an, selama tidak diniati membaca Alqur’an maka hukumnya boleh
~ melafalkan bacaan qur’an tanpa sengaja / sabqullisan atau kepincut lidahnya kalau orang jawa bilang maka hukumnya termaafkan tak apa.
~ melafalkan bacaan Alqur’an dengan dimutlakan artinya tidak ada niat apapun asal baca saja hukumnya adalah boleh, seperti yang dijelaskan oleh Imam Nawawi bahwa yang demikian tadi/memutlakan bacaan Alquran tidaklah termasuk mencederai kehormatan Alqur'an, karena yg dianggap mencederai kehormatan Alqur'an ketika dalam melafalkan Alqur'an dg qoshd/niat membacanya
~ melafalkan ayat Alqur’an dg dimutlakan yang mana ayat tersebut orang-orang membiasakan membacanya dalam keadaan2 tertentu seperti ayat di atas tadi سبحان سخر لنا… الخ orang-orang terbiasa membaca ayat tadi ketika akan bepergian, atau انا لله وانا اليه راجعون orang-orang terbiasa membaca ayat tadi ketika ada musibah, atau bismillah hamdalah atau yg lainnya maka hukumnya dibolehkan.
Begitupun pada ayat yg tidak ditemukan kebiasaannya/susunannya seperti surat al-ikhlas dll maka membacanya secara dimutlakkan hukumnya boleh. Ini jika mengikuti pendapat Imam Nawawi.
Adapun pendapat imam Zarkasi haram hukumnya membaca ayat qur'an secara dimutlakan yang mana ayat tersebut tidak ditemukan kebiasaannya.
Referensi :
الأقناء فى حل ألفاظ ابي شجاع ج ١ ص ١٠٠:
(و) الثالث (قراءة) شيء من (القرآن) باللفظ أو بالإشارة من الأخرس كما قاله القاضي في فتاويه فإنها بمنزلة النطق هنا ولو بعض آية للإخلال بالتعظيم سواء أقصد مع ذلك غيرها أم لا لحديث الترمذي وغيره لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئا من القرآن و (يقرأ) روي بكسر الهمزة على النهي وبضمها على الخبر المراد به النهي ذكره في المجموع وضعفه لكن له متابعات تجبر ضعفه ولمن به حدث أكبر إجراء القرآن على قلبه ونظر في المصحف وقراءة ما نسخت تلاوته وتحريك لسانه وهمسه بحيث لا يسمع نفسه لأنها ليست بقراءة قرآن
تنبيه يحل لمن به حدث أكبر أذكار القرآن وغيرها كمواعظه وأخباره وأحكامه لا بقصد قرآن كقوله عند الركوب {سبحان الذي سخر لنا هذا وما كنا له مقرنين} أي مطيقين وعند المصيبة {إنا لله وإنا إليه راجعون} وما جرى به لسانه بلا قصد فإن قصد القرآن وحده أو مع الذكر حرم وإن أطلق فلا
كما نبه عليه النووي في دقائقه لعدم الإخلال بحرمته لأنه لا يكون قرآنا إلا بالقصد قاله النووي وغيره وظاهره أن ذلك جار فيما يوجد نظمه في غير القرآن كالآيتين المتقدمتين والبسملة والحمدلة وفيما لا يوجد نظمه إلا فيه كسورة الإخلاص وآية الكرسي وهو كذلك وإن قال الزركشي لا شك في تحريم ما لا يوجد نظمه في غير القرآن وتبعه على ذلك بعض المتأخرين كما شمل ذلك قول الروضة أما إذا قرأ شيئا منه لا على قصد القرآن فيجوز
Baca juga: Kajian Fiqih wanita tentang warna-warna darah haid dan sifatnya
6. MENYENTUH DAN MEMBAWA MUSHAF
Haram hukumnya bagi wanita yang sedang haidh menyentuh mushaf, yang dimaksud menyentuh disini bukanlah hanya dengan menggunakan bagian telapak tangan saja, melainkan anggota tubuh manapun dari wanita haidh haram bersentuhan dg mushaf.
~ Diharamkan menyentuh mushaf meskipun dengan menggunakan hail/penutup ketika secara urf’/penilaian yang wajar dikatakan sebagai menyentuh seperti halnya menggunakan penutup plastik atau sapu tangan
~ Begitu juga haram menyentuh wadah atau kantong seperti halnya tas atau kantong plastik, begitu juga kotak yang di dalamnya terdapat mushaf
~ Juga tidak boleh menyentuh kursi yang di atasnya terdapat mushaf
~ Juga tidak boleh menyentuh sampul/cover dari mushaf baik yang menyambung ataupun terpisah, terpisah di sini jika sampul tersebut masih dinisbatkan sebagai kulitnya mushaf ini menurut pendapat yang mu’tamad
Adapun mushaf sendiri yaitu nama dari sesuatu atau benda yang ditulisi kalamullah.
Dan begitu juga haram hukumnya bagi wanita haidh membawa mushaf
~ Diperbolehkan membawa mushaf bersamaan dengan barang lain namun dengan niat membawa barang2, dan tidak diperbolehkan jika diniati semata hanya membawa mushaf.
~ Diperbolehkan membawa tafsir selama diyakini antara tafsir dan ayat qur'an nya lebih banyak tafsirnya, maka jika antara tafsir dan ayat qur'an nya lebih banyak tafsirnya, atau diragukan mana yang lebih banyak maka hukum membawanya tidak diperbolehkan.
~ Diperbolehkan lagi membawa/mengambil mushaf jika khawatir padanya seperti halnya tenggelam, terkena najis, atau jatuh di tangan orang kafir, bahkan mengambil mushaf karena keadaan demikian tadi hukumnya adalah wajib.
~ Diperbolehkan mengambil mushaf ketika khawatir akan ada yg meng-ghosob atau mencurinya, namun jika sempat/memungkinkan untuk bertayamum maka wajib untuk tayamum terlebih dahulu.
Referensi:
حاشية الباجوري ج ١ ص ١١٤ طه فوترا:
(قوله والرابع مس المصحف) الى ان قال… والمراد مسه باي جزء لا بباطن الكاف فقط كما توهم بعضهم ويحرم مسه ولو بحائل حيث عد مسا عرفا ومثل الصحف خريطته وصندوقه ان كان فيهما وكرسيه وهو عليه وجلده المتصل وكذا المنفصل عنه على المعتمد ما لم تنطقع نسبته عنه كان جعل جلدا لكتاب والا فلا يحرم مسه حينئذ
وهو اي المصحف اسم للكتوب من كلام الله بين الدفتين
(وقوله حمله) اي المصحف لانه ابلغ من المس ويحل حمله فى متاع تبعا له اذا لم يكن مقصودا بالحمل وحده بان لم يقصد شيئا او قصد المتاع وحده وكذا اذا قصد مع المتاع على المعتمد بخلاف ما اذا قصد وحدها فانه يحرم ويحل حمله فى تفسير اكثر منه يقينا بخلاف ما اذا كان القرآن اكثر أو مساويا او شك والفرق بينه وبين الحرير مع غيره حيث حل عند التساوى والشك ان باب الحرير اوسع بدليل جوازه للنسآء وفى بعض الاحوال للرجال كبرد (قوله الا اذا خافت عليه) اي من غرق او حرق او نجاسة او وقوعه فى يد كافر فيجب حمله حينئذ ويجوز حمله لخوف نحو غصب او سرقة فان قدرت على التيمم وجب
TERJEMAHAN ALQUR'AN APAKAH TERMASUK MUSHAF?
Adapun terjemahan Alquran yang ditulis disamping atau dibawah ayat2 Alquran tersebut hukumnya tidak dinamakan sebagai mushaf, dengan demikian tidak bisa mengikuti hukumnya tafsir yang mana ketika antara tafsir dan qur’an nya lebih banyak tafsirnya tidak dinamakan mushaf sehingga boleh dipegang oleh orang yang haid, junub ataupun berhadats.
Dengan demikian masih berlaku keharaman menyentuh/memegang dan membawa terjemahan qur’an bagi wanita haidh.
Bahkan sebagian ulama berpendapat haram menulis terjemahan mushaf secara mutlaq baik terjemahan tersebut ditulis dibawahnya ataupun tidak. Adapun seyogyanya yaitu setelah ditulisnya mushaf kemudian ditulis tafsirnya dengan menggunakan bahasa arab baru kemudian terjemahan dari tafsir tersebut.
Referensi:
نهاية الزين ص ٣٣:
أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فلا تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد دحلان حتى قال بعضهم إن كتابة ترجمة المصحف حرام مطلقا سواء كانت تحته أم لا فحينئذ ينبغي أن يكتب بعد المصحف تفسيره بالعربية ثم يكتب ترجمة ذلك التفسير
TULISAN ALQUR’AN DI HP ATAU PC APAKAH TERMASUK MUSHAF?
Handphone atau pc/komputer yang di dalamnya terdapat Alqur’an baik yang tampak sebagai tulisan atau berupa audio tidak dihukumi sebagai mushaf. Oleh karena itu boleh memegangnya dalam keadaan hadats dan juga boleh membawanya ke dalam toilet. Ini disebabkan tulisan Alqur’an yang tampak di HP/PC adalah getaran listrik atau pancaran sinar yang bisa nampak dan bisa hilang serta bukan merupakan huruf yang tetap. Lebih dari itu, dalam HP/PC terdapat banyak program atau data selain Alqur’an.
Namun untuk berhati-hati/ikhtiyath juga sebagai bentuk penghormatan terhadap Alqur'an untuk tidak membawa aplikasi Alqur'an ke dalam toilet dalam keadaan terbuka/atau menyala.
Fatwa Ulama Kontemporer Mesir:
ﻫﺬﻩ ﺍﻟﺠﻮﺍﻻﺕ ﺍﻟﺘﻲ ﻭﺿﻊ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺃﻭ ﺗﺴﺠﻴﻼ، ﻻ ﺗﺄﺧﺬ ﺣﻜﻢ ﺍﻟﻤﺼﺤﻒ، ﻓﻴﺠﻮﺯ ﻟﻤﺴﻬﺎ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻃﻬﺎﺭﺓ، ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺩﺧﻮﻝ ﺍﻟﺨﻼﺀ ﺑﻬﺎ، ﻭﺫﻟﻚ ﻷﻥ ﻛﺘﺎﺑﺔ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﻮﺍﻝ ﻟﻴﺲ ﻛﻜﺘﺎﺑﺘﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺼﺎﺣﻒ، ﻓﻬﻲ ﺫﺑﺬﺑﺎﺕ ﺗﻌﺮﺽ ﺛﻢ ﺗﺰﻭﻝ ﻭﻟﻴﺴﺖ ﺣﺮﻭﻓﺎ ﺛﺎﺑﺘﺔ، ﻭﺍﻟﺠﻮﺍﻝ ﻣﺸﺘﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻏﻴﺮﻩ
7. THOWAF
Karena thowaf seperti halnya sholat, hanya saja dalam thowaf diperbolehkan berbicara, dan baik yang dilakukan adalah thowaf yang hukumnya fardhu seperti thowaf ifadhoh dan thowaf wada’ ataupun yang hukumnya sunnah seperti thowaf qudhum.
8. WATHI’ / BERHUBUNGAN BADAN
Haram bagi wanita yang haidh melakukan wathi’. Jika sudah terlanjur wathi dan dilakukan saat darah masih deras/banyak maka disunahkan bersedekah sebanyak satu dinar, dan jika wathi’ dilakukan saat darah sudah hampir mampet maka disunahkan bersedekah setengah dinar. Dan tetap haram meskipun darah sudah mampet/berhenti namun belum melakukan mandi besar.
1 dinar = 3,88 gram emas, maka setengah dinar adalah setengah dari kadar tersebut.
Imam Ghozali menjelaskan bahwa wathi’ di saat haidh bisa mewariskan penyakin judzam, ada yg berpendapat pada anaknya ada yg berpendapat pada pelakunya yaitu si laki-lakinya.
Referensi:
حاشية الباجوري ج ١ ص ١١٥ طه فوترا:
(قوله والسادس الطواف) لخبر الطواف بمنزلة الصلاة الا ان الله احل فيه النطق فمن نطق فلا ينطق الا بخير رواه الحاكم وصححه (قوله فرضا) دخل تحته الركن كطواف الافاضة والواجب كطواف الوداع وقوله او نفلا كطواف القدوم
(قوله والسابع الوطء) ويسن لمن وطئ في إقبال الدم التصدق بدينار ولمن وطئ في أدباره التصدق بنصف دينار (قوله والسابع الوطء) ولو في الدبر ولو بعد انقطاع الدم وقبل الغسل وحكى الغزالي أن الوطء قبل الغسل يورث الجذام ,قيل في الوطئ وقيل في الولد وأما بعد الغسل فله أن يطأها في الحال من غير كراهة إن لم تخف عوده.
والله أعلم بالصواب....................
Bersambung..
DASI Dagelan Santri Indonesia
Link :Kajian Fiqih wanita Tentang Hal-hal yang di Haramkan Bagi Wanita Haid
0 Response to "Kajian Fiqih wanita Tentang Hal-hal yang di Haramkan Bagi Wanita Haid"
Posting Komentar