Ikhwan Kajian yang selalu mendapat keberkahan. Informasi atau opini terkadang membuat kita berdetak kagum dan bangga dengan info tersebut. Dan tidak sadar pula kita kadang selalu terpengaruh akan kata dan bujuk rayuannya.Namuan dengan adanya Binatang Buas tak Doyan Daging Ahlul Bayt/Dzurriyah Rosulullah kita bisa mencari celah kebenaranya tanpa adanya sifat menyalahkannya. Namun hanya mencari letak dasar kebenaranya itu sendiri.
Binatang Buas tak Doyan Daging Ahlul Bayt/Dzurriyah Rosulullah mengajak kita untuk berfikir untuk menambah khasanah keilmuan kita.Dengan adanya kajian tentangnya kita mengerti yang benar dan yang salah.Jadikan memontum ini untuk menguatjan kita.Dan pastikan pula kita selalu mawas diri dalam menghadapi setiap problematik kehidupan kita.Dan selu berhati hati dalam menyikapi segala sesuatunya.
Binatang Buas tak Doyan Daging Ahlul Bayt/Dzurriyah Rosulullah |
Benangmerahdasi -Alkisah, di masa Daulah Abbasiyah, tepatnya ketika Kholifah Al Mutawakkil menjabat sebagai kepala negara, seorang wanita bernama Zainab, mengaku-ngaku bahwa dirinya adalah cucu Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam. Ia menyebut dirinya adalah putri dari pasangan; Ali bin Abi Tholib dan Fathimah Rodhiyallohu ‘anhuma.
Bagaimana mungkin ia masih hidup ketika itu? Berarti ia hidup selama dua ratus tahun lebih, karena rentang masa antara zaman nubuwah dan Daulah Abbasiyah, berkisar dua abad lamanya.
Meskipun pengakuannya ini tidak masuk akal, tetapi di tengah masyarakat, Zainab merupakan orang yang cukup berpengaruh. Ia memiliki banyak pengikut. Bahkan ia mampu mengeksploitasi harta pengikutnya. Maka Kholifah Al Mutawakkil pun mengeluarkan perintah untuk mengundangnya ke istana.
“Kamu ini seorang gadis dan Rosululloh telah wafat ratusan tahun yang lalu. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? ” kholifah mencecar Zainab.
Kemudian Zainab berkata, “Sesungguhnya Rosululloh megusap kepalaku dan berdoa kepada Alloh untuk mengembalikan masa mudaku setiap empat puluh tahun sekali.”
Masih belum yakin dengan jawaban yang tidak masuk akal ini, Kholifah Al Mutawakkil mengumpulkam Masyayikh (para tetua) keturunan Ali bin Abi Tholib, putra-putra Al-‘Abbas, segenap warga Quraisy, dan memberitahu mereka perkara Zainab yang sangat kontroversial. Dan kemudian mereka pun menyebutkan sebuah riwayat bahwa Zainab telah wafat.
“Apa yang kamu katakan untuk menjawab pernyataan mereka?” kholifah kembali bertanya penuh selidik kepada Zainab.
“Itu riwayat palsu dan keji. Karena sesungguhnya, privasiku terjaga dari pengetahuan orang-orang. Bahkan mereka tidak tahu tentang kehidupan dan kematianku.” Zainab mematahkan tuduhan itu dengan penuh percaya diri.
Baca Juga: Kitab Bidayatul Hidayah (Imam Ghozali) Kerugian-kerugian ketika kita berdebat
Kemudian Kholifah bertanya kepada jama’ah yang dia kumpulkan, “Adakah kalian memiliki bukti yang dapat mengungkap tipu daya wanita ini selain riwayat yang kalian sampaikan?” Sayangnya mereka menjawab, “Tidak.”
Namun beberapa saat kemudian, sebagian mereka menawarkan satu solusi untuk memecahkan masalah ini dengan mendatangkan Ali bin Muhammad bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Musa bin Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Tholib, yang mempunyai laqob (nama panggilan) “Al-Haadi.”
Setelah disampaikan kepadanya apa yang sedang terjadi, Al Hadi pun menegaskan bahwa Zainab putri Ali sudah lama meninggal dengan menyebutkan tahun, bulan, dan hari kematiannya. Tetapi bukan jawaban seperti ini yang diinginkan Sang kholifah. Beliau bahkan berjanji tidak akan melepaskan Zainab sebelum membungkamnya dengan hujjah yang kuat.
“Jika benar dia adalah anak Fathimah”, akhirnya Ali Al Hadi kembali bersuara, berusaha mengungkap tipu daya Zainab dengan mengajukan sebuah tantangan, “Sesungguhnya jasad keturunan Fathimah tidak akan dimangsa oleh hewan-hewan buas.
Maka datangkanlah hewan buas kepadanya. Dan lemparkan ia di tengah kerumunan hewan buas itu.”
“Tidak!” teriak Zainab yang raut wajahnya tetiba berubah ketakutan. “Ini hanyalah cara agar dia bisa membunuhku! Kenapa tidak kamu saja yang melakukannya.” katanya berusaha membela diri.
Dengan tenang, Ali Al Hadi berkata, “Ya. Aku berani membuktikannya.” Dan beberapa saat kemudian, ia dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Perlahan-lahan, enam ekor singa yang ada di dalam kandang itu, mendekati Ali satu per satu. Dengan lembut, tangan Ali membelai kepala singa-singa yang mendekatinya. Binatang-binatang buas itu, di hadapan Ali Al Hadi, menjadi jinak dan penurut.
Begitu melihat Ali keluar dari kandang dengan selamat, dan dilihatnya dengan mata kepala sendiri sebuah pemandangan yang langka, Zainab pun hanya terdiam seribu bahasa. Dan, akhirnya, ia akui kebohongan yang selama ini ia desuskan, tipu daya yang selama ini dia mainkan.
Masyarakat yang mengetahui kejadian ini, menjulukinya dengan sebutan, “Zainab Al Kadzaabah.”
Referensi: Al Mafakhir karya An Naisaburi. Lisan Al Mizan karya Ibnu Hajar Al ‘Asqollani. Dan Muruj Adz Dzahab karya Al Mas’udi.
By: AL MAJNUNI MUROKAB
DASI Dagelan Santri Indonesia
Link :Binatang Buas tak Doyan Daging Ahlul Bayt/Dzurriyah Rosulullah
0 Response to "Binatang Buas tak Doyan Daging Ahlul Bayt/Dzurriyah Rosulullah"
Posting Komentar