Remaja adalah identitas yang disematkan pada manusia dengan kisaran usia 12 – 18 tahun atau belum menikah. Pada usia ini, mereka belum memiliki kestabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Alhasil, tidak jarang lingkungannya membentuk perilaku yang menyimpang pada diri remaja tersebut. Perilaku tersebut menyimpang dari norma – norma yang berlaku dan diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
Penyimpangan perilaku pada remaja bisa bersifat primer atau sekunder. Penyimpangan primer masih pada tahap kenakalan remaja pada umumnya seperti melanggar tata tertib sekolah, membolos, mencontek dan sebagainya. Sedangkan penyimpangan sekunder mengarah kepada kenakalan remaja yang cenderung mengarah criminal atau tindak pidana. Beberapa contoh kenakalan remaja yang cenderung mengarah kriminal antara lain :
a. Tawuran
Salah satu fenomena sosial yang dihadapi pendidik saat ini adalah masalah tawuran. Tawuran bisa masuk dalam ranah kriminal dengan adanya pasal pengeroyokan atau penganiayaan.
Dalam ranah sosiologi, tawuran merupakan bentuk dari proses sosial disosiatif yang melibatkan dua atau lebih kelompok orang yang saling bertentangan yang menyebabkan terjadinya benturan fisik di antara kelompok-kelompok tersebut, berakibat merusak diri dan lingkungan disekitarnya. Tawuran bisa dilakukan siapa pun, mulai dari masyarakat umum, mahasiswa dan yang lebih sering kita lihat yaitu tawuran yang melibatkan pelajar. Biasanya tawuran terjadi di tempat – tempat umum seperti dijalan raya, di tempat terbuka, dan tempat-tempat lainnya yang memungkinkan bertemu-nya dua kelompok yang saling bertentangan. Dalam kasus tertentu, bahkan tawuran bisa juga terjadi dilingkungan pendidikan seperti sekolah.
Tawuran pelajar terjadi biasanya dari hal yang sederhana seperti saling ejek antar satu sekolah terhadap sekolah lain. Atau mungkin ada salah seorang siswa di satu sekolah mempunyai masalah dengan siswa di sekolah lain. Dengan tingginya rasa solidaritas, maka teman-teman di sekolah yang sama akan memberikan dukungan, sehingga terbentuklah kelompok yang mengatasnamakan sekolah dan ketika bertemu dengan kelompok lain, biasanya akan terjadi benturan. Jika sekali terjadi benturan, dan menyebabkan adanya korban disalah satu atau dua kelompok tersebut, berikutnya akan tertanam rasa dendam di hati kelompok – kelompok tersebut. Selebihnya, mereka yang tidak terlibat karena mempunyai almamater yang sama, tidak jarang mau atau tidak mau mereka akan terlibat dalam kelompok-kelompok tersebut karena jika tidak ikut anggota kelompok, bisa jadi dia akan dijadikan sasaran dari kelompok dari sekolah lain.
Selain rasa solidaritas yang tinggi seperti diuraikan di atas, tawuran pelajar terjadi antara lain karena psikologi siswa yang nota bene masih remaja bersifat labil, kurangnya pengawasan dari orang – orang yang berkepentingan, dan pola pendidikan yang diterapkan di keluarga dan juga sekolah, diduga sebagai penyebab terjadinya tawuran.
Usia pelajar biasanya di antara 7 – 18 tahun. Pada usia ini, mereka belum bisa menemukan arah hidup yang jelas. Rasa ingin tahu yang besar, seringkali membuat mereka mencoba-coba sesuatu yang baru terlepas dari baik atau buruknya hal tersebut. Demikian pula ketidakstabilan emosi membuat mereka mudah sekali terpengaruh oleh lingkungannya. Sehingga apa yang dilakukan teman, selalu dijadikan dasar melakukan tindakan. Belum lagi rasa ingin diakui sebagai bagian dari kelompok pertemanannya. Maka mereka melakukan apapun tanpa mempertimbangkan baik atau buruk atas tindakan yang mereka lakukan demi apresiasi dari teman-temannya. Termasuk didalamnya tawuran. Mereka ikut terlibat tawuran demi menunjukan eksistensi dirinya bahwa ia mampu melakukan apa yang teman mereka lakukan.
Dengan masih labilnya kejiwaan usia remaja, sudah selayaknya orang dewasa mampu memberikan arahan dan pengawasan secara konsisten. Namun pada kenyataannya, tidak jarang orang tua terlalu sibuk dengan kepentingannya dan membiarkan pergaulan anaknya tanpa mempedulikan dengan siapa atau apa yang anak-anak mereka lakukan. Disekolah, pendidik pun seolah menutup mata tentang apa yang dilakukan siswa ketika diluar jam pelajaran. Mereka berdalih bahwa tugasnya mendidik hanya pada saat jam KBM saja, selebihnya bukan tanggungjawab mereka. Demikian pun pihak terkait lainnya yang kurang begitu mempedulikan apa yang dilakukan pelajar diluar jam sekolah.
Terkadang, apa yang dilakukan remaja adalah cermin dari pendidikan yang dilakukan dirumah. Orang tua yang keras, akan membentuk anak dengan karakter yang sama. Begitu pun jika anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya, biasanya ia akan menjadi anak broken home. Ditambah lagi dengan pembelajaran disekolah yang tidak menarik dan membosankan. Sehingga mereka lebih senang bermain dengan teman sebayanya. Senang berkumpul dan melakukan tindakan bersama termasuk didalamnya adalah tawuran. Secara sederhana, tawuran terjadi sebagai bentuk kegelisahan anak terhadap apa yang ia dapatkan dirumah dan sekolah.
Untuk mencegah terjadinya tawuran pelajar, sebetulnya banyak hal yang bisa dilakukan. Pertama, mulailah lebih intensif memberikan perhatian dan bimbingan terhadap pelajar. Hal ini bisa dilakukan oleh orang tua, guru dan pihak terkait lainnya. Kedua, ikutkan pelajar pada kegiatan – kegiatan positif yang terdapat disekolah atau ditempat lainnya. Sekolah pun harus mampu merancang kegiatan – kegiatan apa yang memang sesuai bakat dan minat siswanya, sehingga mereka tertarik untuk ikut terlibat kegiatan tersebut. Ketiga, lakukan pengawasan yang lebih ketat dari semua unsur terlibat, mulai dari orang tua, sekolah dan pihak lainnya. Sekolah bisa melakukan tindakan yang lebih tegas lagi bagi pelaku tawuran. Teknisnya, buat pernyataan bermaterai bagi seluruh siswa bahwa mereka tidak akan pernah terlibat tawuran, jika terbukti secara sah dan meyakinkan, lakukan tindakan tegas seperti yang tertuang dalam pernyataan tersebut, seperti dengan pemberhentian dari sekolah atau sejenisnya. Tujuannya adalah memberikan efek jera dan pembelajaran bagi siswa yang lain. Lebih baik mengorbankan satu siswa dari pada harus mempertaruhkan seluruh siswa lainnya. Bagaimana pun tawuran lebih baik dicegah sebelum itu terjadi. Maka sudah selayaknya semua pihak bahu membahu dalam membentuk paradigma siswa bahwa tawuran itu salah dan harus dihindari. Semoga kedepannya, pelajar – pelajar kita unggul dalam prestasi, bukan lagi dalam aksi kekerasan
b. Penyalahgunaan narkoba
Seperti halnya tawuran, penyalahgunaan narkoba juga terjadi karena beberapa hal mulai dari keinginan untuk menunjukan eksistensi diri, kurangnya perhatian orang tua (broken home), coba – coba dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian yang ada, alasan penyalahgunaan narkoba sebagai konsumsi harian adalah sebagai berikut :
- Melupakan masalah atau kesulitan hidupnya meski sifatnya sementara
- Menghilangkan rasa takut karena karena dengan menggunakan narkoba ini seseorang menjadi pribadi yang pemberani
- Meningkatkan rasa percaya diri atau menghilangkan rasa malu
- Sebagai gaya hidup
- Awalnya hanya untuk coba – coba kemudian ketagihan
Penyalahgunaan narkoba masuk ke dalam ranah pidana karena penggunaan narkoba diatur dalam seperangkat peraturan formal. Jadi pada saat remaja menyalahgunakan narkoba, maka kenakalan yang ia lakukan sudah termasuk kriminal. Selain merugikan diri sendiri karena merusak system saraf dan kesehatan remaja, penyalahgunaan narkoba akan memicu tindakan criminal lainnya seperti tindakan asusila, amoral dan tindak kejahatan lain.
0 Response to "Tiga Jenis Kenakalan Remaja Yang Mengarah Kriminal dan Cara Menanggulanginya"
Posting Komentar