Percakapan dengan Gus Dur

Ikhwan Kajian yang selalu mendapat keberkahan. Informasi atau opini terkadang membuat kita berdetak kagum dan bangga dengan info tersebut. Dan tidak sadar pula kita kadang selalu terpengaruh akan kata dan bujuk rayuannya.Namuan dengan adanya Percakapan dengan Gus Dur kita bisa mencari celah kebenaranya tanpa adanya sifat menyalahkannya. Namun hanya mencari letak dasar kebenaranya itu sendiri.

Percakapan dengan Gus Dur mengajak kita untuk berfikir untuk menambah khasanah keilmuan kita.Dengan adanya kajian tentangnya kita mengerti yang benar dan yang salah.Jadikan memontum ini untuk menguatjan kita.Dan pastikan pula kita selalu mawas diri dalam menghadapi setiap problematik kehidupan kita.Dan selu berhati hati dalam menyikapi segala sesuatunya.

Beberapa postingan mengacu pada dialog mbah Gus Dur alm, Mantan Presiden RI, tentang soal celana panjang, soal jihad, puasa, soal musrik dan gambar yang haram, soal bingungnya seseorang dengan nick atau tentang radikalisme, soal bid'ah mudah2an bisa dicerahkan dengan membaca tajuk ini dan kami share sebagai nuansa refrensi saja tidak lebih.
Agama akan menjadi rahmat jika ia datang kepada manusia untuk kepentingan kemanusiaan. Tapi kalau untuk kepentingan manusianya sendiri, dan bukan untuk memenuhi kepentingan kemanusiaan, itu bukan agama namanya. Itu berarti "ngugemi dhewe ngelem awake dhewe" (bhs,Jawa). "Memuji diri sendiri " (Bhs.Indon) Orang seperti itu Masih bisa dikatakan pelupa bahwa orang gendeng juga manusia LOH Mahluk bernyawa.

Benturan antar "kebenaran" terjadi saat orang-orang berani mengambil-alih jabatan Tuhan, fungsi Tuhan, dan kerjaan Tuhan. Padahal, dalam ajaran tauhid, urusan kebenaran adalah hak prerogratif Tuhan. Demikian refleksi KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagaimana dituturkannya berulang-ulang kepada Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) di Radio 68H, Jakarta. Mari kita simak bersama2.

Keberagamaan umat Islam saat ini sering dikaitkan dengan radikalisme dan kekerasan. Apa yang salah menurut Gus Dur?

Gus Dur : Saya rasa persoalannya adalah ketidakmengertian. Mereka yang melakukan kekerasan itu tidak mengerti bahwa Islam tidaklah terkait dengan kekerasan. Itu yang penting. Ajaran Islam yang sebenar-benarnya ”saya tidak memihak paham mana pun, baik Ahlus Sunnah, Syi'ah, atau apapun adalah tidak menyerang orang lain, tidak melakukan kekerasan, kecuali bila kita diusir dari rumah kita. Ini yang pokok. Kalau seseorang diusir dari rumahnya, berarti dia sudah kehilangan kehormatan dirinya, kehilangan keamanan dirinya, kehilangan keselamatan dirinya. Hanya dengan alasan itu kita boleh melakukan pembelaan.

Bagaimana cara menanggulangi radikalisme itu, Gus?
Gus Dur : Ya, kita tidak boleh berhenti menekankan bahwa Islam itu agama damai. Dalam Alquran, ajaran tentang itu sudah penuh. Jadi, kita tidak usah mengulang-ulang (pernyataan) lagi bahwa Islam itu damai dan rasional. Hanya saja, memang ada sisi-sisi lain dari Islam yang kurang rasional. Tapi kalau dipikir-pikir lagi secara mendalam, jangan-jangan itu rasional juga. Jadi dengan begitu, kita tidak boleh serta-merta memberikan judgement, pertimbangan, penilaian. Jangan! Kita harus benar-benar tahu latar belakang mengapa seseorang melakukan kekerasan. Tapi biasanya, yang pura-pura (Islam) itulah yang paling keras.

Menentang pemerintahan yang zalim, yang menyengsarakan rakyat, apakah bisa disebut jihad, Gus?
Gus Dur : Sekarang kita tetapkan dulu: pengertian jihad itu apa? Jihad adalah berperang di jalan Allah. Kalau tidak begitu, ya, berarti jihad dalam pengertian lain. Ada banyak macam jihad, yaitu jihad ashghar (terkecil), shar (kecil), kabar (besar), dan akbar (terbesar). Ayatullah Khomaini pernah mengatakan bahwa jihad ashghar, atau jihad yang terkecil adalah menegakkan keadilan. Tapi itu tergantung niat Anda juga.
Kalau niat Anda berjihad kecil hanya untuk merobohkan pemerintahan, hasilnya ya, merobohkan pemerintahan saja. Di sini kita bisa kiaskan dengan ungkapan Alquran yang menyebutkan itu tergantung pada orangnya. Kalau seseorang mau hijrah karena Allah dan utusan-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan utusan-Nya. Tapi kalau hijrahnya demi harta benda atau perempuan yang akan dinikahi, ya, hijrahnya akan sampai pada apa yang akan dia hijrai itu.
Sama saja dengan cara kita dalam menilai jihad. Luarnya bisa saja seperti jihad; tapi dalamnya kita nggak tahu. Makanya jangan gegabah dalam soal ini. Nggak gampang (menilainya, Red).

Bagaimana menentukan sikap Islam yang benar dalam kompleksitas kehidupan dunia ini?
Gus Dur : Sikap Islam yang benar adalah sikap yang sesuai dengan ajaran pokok Islam. Ajaran pokok Islam ialah: Tuhan itu satu. Jadi kita dituntut untuk mematuhi ajaran Tuhan, saling kasih mengasihi, dan sebagainya. Kita harus saling kasih mengasihi antarmanusia. Kalau mau lebih disempurnakan, ya silahkan. Itu kan urusan masing-masing. Tapi kalau ada orang yang berpendirian lain, ya nggak apa-apa juga.

Mana yang lebih baik antara undang-undang buatan manusia dengan apa yang sering disebut "hukum Tuhan" oleh sebagian aktivis Islam selama ini?
Gus Dur : Yang perlu dilihat itu segi pemakaiannya, jangan bikinannya. Quran itu memang bikinan Tuhan, dan kita pakai pada saatnya. Sedangkan undang-undang dasar itu buatan manusia, dan kita pakai juga pada tempatnya. Dalam kehidupan bernegara, kita pakai undang-undang dasar. Dalam kehidupan bermasyarakat kita menggunakan undang-undang Alqur'an. Begitu saja kok nggak tahu?!
Nah, merupakan kewajiban pemimpin Islam untuk menjelaskan itu supaya jangan ada kekeliruan. Undang-undang dasar itu memang buatan manusia; jadi kapan saja mau diubah, ya bisa saja. Kalau Alquran, penafsirannyalah yang dari waktu ke waktu berubah; dan itu juga diakui oleh Alquran sendiri.

Bagaimana Gus Dur menafsirkan ungkapan Alquran innaddina indallahil islam?
Gus Dur : Artinya begini: sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam. Tapi itu kan katanya orang Islam, toh?! Ya sudah, selesai! Itu kan juga kata kitab sucinya orang Islam. Makanya, kalau orang Islam bilang begitu, ya pantas-pantas saja. Sama saja ketika agama lain mengatakan "Ikutilah aku!" Itu kata Yesus. Nah, soalnya tinggal kita ikuti atau tidak. Itu saja.

Islam seperti apa yang paling utama bagi Gus Dur?
Gus Dur : Yang paling utama bukan Islam golongan, tapi orang Islam. Ingat loh, antara institusi agama dengan manusianya itu berbeda. Perbedaannya sangat jauh; ada yang ikhlas, ada yang cari pangkat, cari kedudukan, cari kekayaan, dan lain sebagainya. Jadi, sangat susah menilai dan mengatakan Islam mana yang paling baik. Saya saja nggak berani ngakui kalau Islam saya yang paling benar. Sebisa-bisanya saya jalani saja.

Lalu bagaimana Gus Dur mendefenisikan istilah kafir?
Gus Dur : Mengenai pengertian kafir, muballigh kayak Yusril Ihza Mahendra saja menteri kita itu nggak tahu. Dulu dia pernah bilang, Saya kecewa pada Gus Dur yang terlalu dekat dengan orang kristen dan Yahudi. Padahal, Alquran mengatakan, tandanya muslim yang baik adalah asyiddu alal kuffar (tegas terhadap orang-orang kafir, Red).Terus saya balik tanya, "Yang kafir itu siapa?"
Menurut Alquran, orang Kristen dan Yahudi itu bukan kafir, tapi digolongkan sebagai ahlul kitab. Yang dibilang kafir oleh Alquran adalah orang-orang musyrik Mekkah, orang yang syirik, politeis Mekkah. Sementara di dalam fikih, orang yang tidak beragama Islam itu juga disebut kafir. Itu kan beda lagi. Jadi, kita jelaskan dulu, istilah mana yang kita pakai.

Banyak sekali soal khilafiah di dalam masyarakat dalam menafsirkan agama yang satu sekalipun. Apa kriteria perbedaan yang membawa rahmat itu, Gus?
Gus Dur : Dulu, ada perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU soal tarawih dua puluh tiga rekaat atau sebelas. Kan begitu?! Semua itu sama-sama boleh. Jadi, jangan ribut hanya karena masalah seperti itu. Yang harus kita selesaikan adalah masalah-masalah pokok seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, dan sebagainya. Tapi itu malah yang nggak pernah diurusi. Malah yang diributkan tentang shalatnya bagaimana; sebelas rekaat atau berapa. Itu kan bukan masalah yang serius?!

Bagaimana membuat Islam sebagai rahmat, bukan malah mendatangkan laknat?
Gus Dur : Agama akan menjadi rahmat jika ia datang kepada manusia untuk kepentingan kemanusiaan. Tapi kalau untuk kepentingan manusianya sendiri, dan bukan untuk memenuhi kepentingan kemanusiaan, itu bukan agama namanya. Itu penggunaan agama yang salah. Contohnya, perlunya agama terlibat langsung dalam isu lingkungan hidup. Itu sangat jelas, karena lingkungan hidup sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupan.
Isu itu merupakan kebaikan yang menyangkut langsung tentang kemaslahatan hidup. Makanya, di sini kita rumuskan dengan nama keyakinan. Kalau keyakinan itu untuk kemaslahatan semua, berarti itu agama. Tapi kalau tidak, ya namanya kepentingan kelompok. Jadi harus dibedakan antara kepentingan agama secara umum dengan kepentingan kelompok.

Sekarang ini agama tampaknya hadir kembali ke ruang publik dalam bentuk partai-partai dan kelompok-kelompok sektarian. Itu makin memperkental identitas kelompok. Bagaimana tanggapan Gus Dur?
Gus Dur : Ya, nggak apa-apa. Disebut atau tidak agamanya, sama saja. Yang penting agendanya untuk kepentingan kemanusiaan secara umum. Yang menjadi pokok, untuk kepentingan siapa dia bekerja? Kalau untuk kepentingan kelompok yang bersangkutan, itu namanya bukan agama. Bagi saya, agama itu harus hadir untuk semua golongan.
Di Alquran juga ada pengertian mengenai hal ini. Tanda-tanda atau bukti-bukti kehadiran Tuhan, adalah jika yang bersangkutan mengharapkan kerelaan Tuhan, bukan untuk dirinya sendiri. Kalau begitu, ya bukan juga demi mengharap masuk surga. Tapi karena kerelaan. Kemudian untuk kebahagiaan akhirat nanti.
Tanda-tanda kebesaran Allah itu ada dimana-mana; ada yang secara lafzi atau kata-kata, dan ada yang secara keadaan. Laqad kaana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah, liman kaana yarjullaha wa yaumil akhir wa dzakarallaha katsaara (Rasulullah telah dijadikan panutan yang baik bagi orang-orang yang berharap (keridaan) Allah dan hari akhir dan mereka yang banyak-banyak mengingat Allah, Red). Itu kata Alquran.

Mengapa ada kelompok Islam yang ingin ajaran-ajaran spesifik Islam diatur dalam hukum negara, seperti kewajiban berjilbab dan lain-lain?
Gus Dur : Pemikiran seperti itu sebetulnya bersifat defensif. Artinya, mereka takut kalau Islam hilang dari muka bumi. Itu namanya defensif; pake takut-takutan. Sebenarnya, nggak perlu ada rasa ketakutan seperti itu. Mestinya, hanya urusan-urusan kemanusiaan yang perlu kita pegang. Adapun soal caranya, terserah masing-masing saja. Jadi orang Islam nggak perlu takut (Islam lenyap, Red).
Coba saja bayangkan: dulu Islam berasal dari komunitas yang sangat kecil. Tapi sekarang, Islam jadi agama dunia. Agama Buddha dulu juga demikian, Kristen juga demikian. Orang Kristen dulu dimakan macan; nggak bisa apa-apa. Sama rajanya diadu dengan tangan kosong, bahkan diadu dengan singa. Toh sekarang agama Kristen jadi agama yang merdeka di mana-mana.
Begitu juga dengan Islam. Jadi, tidak usah diambil pusing. Di negara Republik Rakyat Cina (RRC) yang katanya tak bertuhan, agama Konghucu atau Buddha, dalam kenyataannya tetap ada dan berkembang walau secara sembunyi-sembunyi.

Mengapa sering terjadi benturan klaim kebenaran antar agama-agama, bahkan dalam satu rumpun agama yang sama?
Gus Dur : Karena kita berani-beraninya mengambil alih jabatan Tuhan, fungsinya Tuhan, kerjaannya Tuhan. Emangnya kita siapa, kok berani-beraninya?! Nggak ada yang lebih tinggi dari pada yang lain. Yang lebih tinggi dan lebih besar dari segalanya hanya Tuhan.

Bagaimana Gus Dur memaknai ajakan berislam secara kaffah atau total?
Gus Dur : Islam kaffah itu maksudnya adalah Islam yang memperlakukan manusia sebagai manusia yang utuh. Jadi kalimat udkhulu fis silmi kaffah itu bukan menyangkut ajaran Islamnya, tapi soal masuknya yang kaffah. Artinya, masuk ke sana dalam perdamaian yang total. Kalau dengan kebencian atau apalah, itu nggak total namanya.

Ada yang bilang, yang tidak sudi menjalankan hukum-hukum Islam pada level negara, tidak kaffah Islamnya. Mereka dianggap kafir. Pandangan Gus Dur?
Gus Dur : Ada hal-hal yang prinsipil dalam Islam, dan tidak semuanya lantas pantas dikafirkan. Alquran juga menyatakan bahwa "pada hari ini telah Kusempurnakan agama kalian, dan telah Kusempurnakan pemberian nikmat-Ku kepada kalian, dan Kujadikan Islam sebagai agama kalian". Nah, kesempurnaan di situ menyangkut hal-hal yang prinsipil. Begitulah pemahamannya. Jangan kita salah paham terus.
Ada cerita tentang orang yang suka salah paham, persis seperti jemaah haji Indonesia yang bingung ketika di Mekkah. Soalnya, setiap nyegat bis, kernetnya selalu teriak-teriak: "Haram! Haram..!". Akhirnya, dia tak mau naik, karena takut dibilang haram. Lalu dia nungguin bis sampai sore sampai mendengar yang bilang "Halal! halal!". Kan susah menghadapi orang yang suka salah paham gitu?! Kata "Haram" itu dia pahami sebagai sesuatu yang dilarang agama. Padahal, maksudnya adalah jurusan Masjidil Haram, hehe.

Ada kesan umat Islam memusuhi seni rupa. Jangankan menggambar sosok nabi, menggambar makhluk bernyawa saja dikecam. Bagaiman Islam memandang seni rupa, Gus?
Gus Dur : Dulu ada KH. Ahmad Mutamakkin dari Pati. Dia dituduh para ulama fikih di daerahnya telah mengamalkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Kenapa? Dia membiarkan adanya gambar gajah dan ular di tembok masjid. Lalu tuduhan bertambah: dia anti Islam, karena suka menonton wayang kulit lakon Dewa Ruci. Kata yang menuduhnya: orang Islam kok percaya dewa-dewi?!
Memangnya kenapa; untuk nonton saja nggak boleh?! Dari sana dia kan bisa mengambil teori-teori yang dia tidak cocok. Untuk itu, kita ini jangan gampang-gampang bereaksi, apalagi menganggap orang lain itu kafir.

Bagaimana hubungan Islam dengan kebudayaan lokal Indonesia selama ini, Gus?
Gus Dur : Antara agama Buddha dan Islam di Nusantara, banyak sekali persamaan-persamaannya. Di antaranya ketika Islam (di Indonesia, dan yang lebih khusus Islam tradisional), disebarkan lewat tradisi. Di antaranya tradisi syair yang ditempuh Sunan Kalijaga. Tembangnya sampai sekarang masih terkenal, yaitu tembang Lir Ilir. Persamaan lainnya adalah dalam hal penjagaan tradisi. Agama Islam dan Buddha sama-sama mengagungkan tradisi unggah-ungguh antara yang muda dengan yang lebih tua. Dalam hal ini, budaya-budaya timur sangat sinkron dengan kedua agama itu.
Tapi permasalahnnya, di level nasional banyak permasalahan yang tidak sepadan antara budaya-budaya timur dalam artian budaya kerakyatan dengan budaya Indonesia di tingkat nasional yang tampak kebarat-baratan. Misalanya masalah aurat. Bagi masyarakat pedasaan, jika berpakaian sudah rapi dengan kerudung, walau menggunakan kerudung yang transparan, itu dianggap sudah menutup aurat. Tetapi di level nasional, ada yang mengatakan itu masih belum mencapai batas maksimal penutupan aurat. Di sini timbul masalah.
Sama seperti kasus ciuman. Bagi orang-orang di level nasional, cium pipi itu sudah merupakan hal yang wajar. Tapi bagi masyarakat pedesaan, itu hal yang tidak wajar, karena salaman dengan lawan jenis saja sudah dianggap fitnah. Lalu bagaimana agama menjembatani tradisi-tradisi yang berbeda antara tradisi yang di atas dengan tradisi yang di bawah ini?
Gus Dur : Caranya adalah dengan menjamin hak-hak orang untuk melakukan penafsiran. Jangan asal berbeda sedikit dimarahi. Gendeng, apa?! Ya, memang kita nggak bisa memaksakan hal yang lampau dengan yang sekarang, bukan hanya soal yang bawah dengan yang atas. Zamannya mbah saya dulu, pakai sarung adalah harus. Dulu, kaidah NU adalah: man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum (siapa yang menyerupai sebuah kaum, dia termasuk kaum itu). Kalau pakai celana, berarti orang Barat, dong! Begitu, toh?! Tapi, sekarang kan sudah lain. Semua itu perlu peran agama untuk terus-menerus mendialogkan; mempersoalkan terus tanpa mengganggu undang-undang.

Apa kuncinya agar usaha dan doa kita terkabul, Gus?
Gus Dur : Kuncinya, ya ikhlas. Kalau nggak terkabul, artinya Anda nggak ikhlas. Simpel saja. Makanya Ibnu Athaa al-Iskandari penulis al- Hikam berkata, idfin wujuudaka fil ardlil khumuul (kuburkan dirimu dalam bumi kekosongan, Red). Maksudnya, kita harus benar-benar kosong supaya tak punya keinginan apa-apa. Susahnya, orang berdoa itu kan banyak pengennya. Ini celakanya. Makanya, kalau kita berdoa, jangan minta apa-apa; terserah Tuhan sajalah. Pokoknya yang terbaik menurut Tuhan saja.
Apa gunanya kehendak dan doa jika segalanya sudah ditentukan Tuhan?
Gus Dur : Dalam pandangan Islam, manusia boleh menghendaki apa saja, tetapi yang menentukan jawaban "ya" atau "tidak", ya Tuhan. Ungkapan yang dikenal yaitu, "Allahu yuruud, wan yuruud, wallahu fa`allun lima yuruud (Allah berkehendak, manusia juga berkehendak, tetapi hanya Allah yang mewujudkan apa yang Ia kehendaki). Jadi, prinsip berdoa adalah meminta kepada Tuhan supaya Dia mengabulkan.
Semoga bermanfaat, sekali lagi Islam adalah agama yang penuh kedamaian, bukan agama keras dan penuh kekerasan. Benturan antar "kebenaran" terjadi saat orang-orang berani mengambil-alih jabatan Tuhan, fungsi Tuhan, dan kerjaan Tuhan. Padahal, dalam ajaran tauhid, urusan kebenaran adalah hak prerogratif Tuhan, jadi bagaimana kita berusaha meminimalkan benturan itu menjadi sifat yang toleran dan welas asih terhadap sesama, membenarkan yang salah dengan hati dan akal sehat, dengan opini otak yang cerdas dan cendekiawan bukan dengan okol tangan atau senjata, membangunkan kaum Muslim yang tertidur dengan trik-trik yang memaksa mereka berpikir supaya mereka terpaksa giat belajar, Jangan cuma puas sebagai sampah yang bangga dgn fatwa-fatwa yang seolah lahir dari ogoisme belaka. Sekarang ini kita adalah mayoritas di dunia, bagaimana bila kita jadi yang minor. Masihkah kita berani vokal berjubah hadist dan AQ (padahal ilmu mereka nol!) dengan mengesampingkan hati dan akal sehat?


Syi'ir Tanpo Wathon



اَسْتَغْفِرُوالله رَبَّ اْلبَرَايَا          استغفِرُوالله مِنَ الخَطَايَا
رَبِّ زِدْنِ عِلْمًا نفيعَا              وَوَافِقْنِى عَمَلً صَالِيْحَا
يَارَسُوْلَ الله سَلاَ م ٌعَلَيْك          يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَالدَّرَجِ
عَطْفَةً يَاجِيْرَةَ اْلعَلَمِ                يَااُهَيْلَ اْلجُودِوَالكرَمِ

Yarosulalloh salammun’alaik…
Yaarofi’asaaniwaddaaroji…
‘atfatayaji rotall ‘aalami…
Yauhailaljuu diwaalkaromi…

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo pitungan

(Kumulai menguntai syairan
Dengan memuji pada Tuhan
Yang merahmati dan memberi nikmat
Siang malam tanpa hitungan)
Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syari’at bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro
(Duhai kawan laki-perempuan
Jangan hanya mengaji syariat belaka
Hanya pandai berdongeng, tulis dan baca
Kelak di belakang bakal sengsara.)

Akeh kang apal Qur’an haditse
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale


(Banyak yang hafal Al-Qur’an dan haditsnya
Malah suka mengafirkan yang lainnya
Kafirnya sendiri tidak dipedulikan
Jika masih kotor hati dan akalnya)

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nistho

(Mudah ketipu nafsu angkara
Pada rias gebyar dunia
Iri dan dengki harta tetangga/sesama
Oleh karena itu hatinya gelap dan nista)

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandelake iman tauhite
Baguse sangu mulyo matine

(Mari saudara, jangan lupakan
Kewajiban belajar (ilmu) dengan semua tingkatan/aturannya
Demi menebalkan iman tauhidnya
Bagusnya bekal, mulia ketika mati)

Kang aran sholeh bagus atine
Kerono mapan syar'i ngelmune
Laku thoriqot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane*

(Disebut sholeh karena bagus hatinya
Karena mapan ilmunya 
Menempuh thariqah dan ma’rifatnya
Juga hakikat merasuk jiwanya)

Alquran qodim wahyu minulyo
Tanpo dinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo

(Al-Qur’an Qodim wahyu mulia
Tanpa ditulis bisa dibaca
Itulah nasehat dari guru waskita
Ditancapkan di dalam dada)

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman

(Merasuk hati dan pikiran
Merasuk badan hingga ke dalam (hati)
Mu’jizat Rosul (Al Qur'an) jadi pedoman
Sebagai jalan masuknya iman)

 Kelawan Allah kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali
 (Dengan Allah Yang Maha Suci
Harus pelukan siang dan malam (mendekatkan diri)
Dilakukan dengan tirakat dan riyadhoh
Dzikir dan suluk** janganlah lupa)

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran

(Hidupnya damai merasa aman
pahamnya rasa itu tandanya sudah iman
Sabar dan menerima walau sederhana
Semua adalah takdir dari Pangeran)
Ayo nglakoni sekabehane
Allah kang bakal ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate
(Ayo kita lakukan itu semuanya
Allahlah yang akan mengangkat derajat kita
Walau rendah kelihatan tampaknya (fisik)
Namun mulia maqom derajatnya)

Lamun palastro ing pungkasane
Ora kesasar ruh lan sukmane
Den gadang Allah swargo manggone
Wutuh mayite ugo ulese

(Jika mati di akhir hayatnya
Tak tersesat ruh dan jiwanya
Ditunggu Allah syurga tempatnya
Utuh mayatnya dan juga kain kafannya)

*Syariat=jalan dhohir,Tafikat=menyucikan diri&hati u/mendekatkan diri,Hakikat=mengenali diri& tuhan, ma'rifat=jalan wali (semua hanya u/Allah SWT)
**suluk dalah salah satu jenis karangan tasawuf yang dikenal dalam masyarakat Jawa dan Madura dan ditulis dalam bentuk puisi dengan 
metrum (tembang) tertentu


Dialog Dengan Gus Dur Tentang Ruyati yang Dihukum Pancung



Gus, baru saja TKW kita mati dihukum Pancung Arab Saudi. Apa komentar anda?Gus Dur : Itu menunjukkan kemunduran dan kegagalan pemerintah kita.


Letak kemunduran dan kegagalannya dimana Gus?

Gus Dur : Pemeritah itu kan wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah. Amanat undang-undang dasar Ini harus dipedomani dimana saja. Termasuk di luar negeri. Apalagi TKI itu kan bekerja di sana, menghasilkan devisa, yang tujuannya menyejahterakan ekonomi. Itu kan terjadi demi mengatasi kemiskinan. Kita wajib melindungi mereka.


Kejadian seperti ini kan pernah terjadi juga di jaman dulu to Gus?Gus Dur : Memang. Memang ada sejak dulu. Tapi alangkah baiknya jika kebodohan lama itu tidak diulangi lagi saat ini. Biarlah yang dulu itu menjadi dosa pemimpin yang lalu. Bukan kok malah dosa itu ditiru.


Inikan masalah qisas Gus? Apakah bisa dibatalkan?Gus Dur : Ya..qisas ataupun apalah…Prinsipnya, setiap Negara itu harus menghormati Negara lain. Ini berarti ada ruang untuk dinegosiasikan. Ada negosisasi yang bisa dilakukan.

Dalam kacamata HAM, Arab itu sangat lemah. Ya karena pemberlakuan qisasnya itu.. Tetapi dalam kacamata agama dengan kultur Arabnya itu nggak apa-apa.. Meskipun dalam kepatutan internasional dan PBB itu tidak layak. Kalau ditelusuri dengan seksama, justru kita seharusnya dapat penghormatan dari mereka.


Kenapa?

Gus Dur : Karena kita ini sama-sama anggota PBB. Masyarakat internasional. Harus saling melindungi. Selain itu, kita sudah banyak menyumbang hal-hal positif terhadap Arab. Kita setiap tahun mengirimkan devisa melalui haji, tenaga kerja, yang akhirnya memutar perekonomian mereka lebih cepat. Mereka juga menanamkan ideologinya ke kita. Kita memang dapat keuntungan dari itu, tetapi keuntungan mereka lebih besar. Maka tidak ada alasan mereka menolak negosiasi dengan kita.


Nyatanya begitu?

Gus Dur : Ya itu tadi. Karena kekeliruan kita mengambil jalan. Jangan dianggap hilangnya satu nyawa itu selesai. Traumanya para TKI kan masih ada. Coba kalau mereka lalu nggak mau kerja lagi dan kembali ke Indonesia semua. Apa nggak menimbulkan masalah baru?


Negosiasi seperti apa yang harus ditekankan?

Gus Dur : Negosiasi tentang bagaimana kita harus melindungi warga Negara kita. Memang kita tidak bisa mengintervensi Negara mereka. Dalam hubungan internasional kita tidak boleh intervensi. Tetapi kita berhak untuk melindungi dan mengurusi warga Negara kita yang bermasalah di negeri lain. Itu Bisa dinegosiasikan. Sebenarnya hukum qisas itu tidak hanya tergantung pada keluarga yang memaafkan. Ada sisi lain yang bisa dinegosiasikan, seperti diat dan sebagainya. Sebenarnya diat itu Itu kan wujud dari bisa dinegosiasikan.


Bagaimana kalau keluarga korban bersikeras tidak memaafkan?Gus Dur : Mereka itu sebenarnya meminta penjaminan sebagai wujud ditegakkannya keadilan. Pernjaminan ini bisa dari Negara atau dari apapun. Raja mereka bisa menjamin itu. Maka kita bisa meminta Raja mereka untuk menjamin. Kenapa raja bisa begitu? Karena Raja punya hak untuk mendekati rakyatnya. Ini peluang.


Apakah alasan itu yang anda gunakan untuk Zainab?

Gus Dur : Ya seperti itu. Warga Negara itu komponen terpenting. Harus betul-betul kita perjuangkan. Dengan komunikasi yang baik dan sopan santun, mereka akan luluh.
Waktu anda berhasil meyakinkan, apakah karena hubungan pribadi apa hubungan Negara?
Memang saya kenal akrab dengan Raja Fahd secara pribadi. Tetapi selain itu, kita kan sudah berhubungan baik sejak lama dengan Arab. Maka mudah untuk melakukan negosiasi. Selain alasan pribadi ya alasan sesama kepala Negara. G to G. Andai saya tidak kenal juga tetap akan melakukan negosiasi seperti itu. Kita bisa menunjukkan keuntungan-keuntungan yang mereka dapatkan dari kita. Mereka kan juga punya nalar untuk itu. Mereka juga memedomani politik etis. Mereka ini Negara timur. Ada toleransi. Tetapi ini memang harus dilakukan dengan bahasa komunikasi yang baik.


Kalau sudah terjadi seperti ini?

Gus Dur : Ya jangan diulangi lagi. Kalau diulangi..ya.. bodoh.


Kultur Arab itu seperti apa?

Gus Dur : Pada dasarnya mereka sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sama. Tetapi cenderungnya mereka akan menggunakan hukumnya sendiri. Bangsa Arab itu bukan tipe bangsa yang melihat keluar, atau melihat modernitas. Mereka terkadang tidak melihat pola-pola hubungan internasional. Kecenderungannya mereka berdiri diatas hukumnya sendiri. Tidak memperhatikan Negara lain, termasuk terhadap Negara yang telah memberikan jasa bagi mereka. Tetapi kalau kita ingatkan mereka dan kita dekati dengan kerjasama antar Negara, mereka mau. Kalau dilihat sepintas kulturnya memang keras, tetapi kalau kita dekati sangat lunak. Orang Arab itu sangat mudah kita bujuk. Dengan syarat pendekatannya bagus, mereka akan luluh. Tetapi dengan pendekatan keras, malah nggak akan jalan. Negara-negara Arab kebanyakan seperti itu. Lihat saja yang terjadi antara Lybia dengan NATO. NATO dengan pola keras, Khadafi tidak akan apresiatif. Kalau dilakukan dengan soft mungkin Khadafi rela mundur. Kuncinya komunikasi.


Kalau sudah terlanjur seperti ini Gus, menarik duta besar efektif apa nggak?Gus Dur : Salahnya Duta Besar apa? Duta itu tidak salah, yang salah ya presiden dan menteri-menteri yang terkait.

Kan Duta itu paling dekat keberadaannya dengan mereka?
Tapi untuk hubungan internasiona itu, paling rendah menteri. Bukan Duta.


Ini masih ada lagi Gus. TKW bernama Darsem ini juga mau dipancung jika tanggal 7 Juli tidak membayar Diat 4,7 M. ini bagaimana Gus?Gus Dur : Ya..Pemerintah harus menyelesaikan. Itu tanggung jawab pemerintah. Jangan sampai terhukum lagi.


Berarti harus bayar Diat ya Gus?

Gus Dur : Kalau begitu saja sampai membayar Diat..ya Pemerintah bodoh. Wong kita ini banyak menguntungkan mereka kok. Harusnya ya lepas tanpa syarat. Nego saja tentang keuntungan yang kita sumbangkan bagi mereka. Pokoknya..jangan sampai Darsem dipancung. Dia harus dibebaskan.
Baik Gus. Terima kasih.

Judul :Percakapan dengan Gus Dur
Link :Percakapan dengan Gus Dur

Artikel terkait yang sama:


Percakapan dengan Gus Dur

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Percakapan dengan Gus Dur"

Posting Komentar